Wednesday, October 24, 2012

FISIOLOGI TUMBUHAN


LAPORAN PRAKTIKUM
FISIOLOGI TUMBUHAN

PERCOBAAN V
AKTIVITAS ENZIM AMILASE

BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang
Enzim adalah molekul biopolimer yang tersusun dari serangkaian asam amino dalam komposisi dan susunan rantai yang teratur dan tetap. Enzim (eksoenzim) yang berperan dalam merubah karbohidrat komplek adalah karbohidrase, amilase, dan selulase. Pati merupakan substansi yang terlebih dahulu harus diubah menjadi molekul lebih sederhana agar dapat diserap oleh sel. Mikroorganisme memproduksi enzim untuk memecah substansi di dalam sel, salah satunya adalah amilase.
Suatu bagian yang sangat kecil dari suatu molekul besar adalah protein enzim yang berperan dalam mengkatalisis suatu reaksi. Bagian kecil ini disebut bagian aktif (active site) enzim. Enzim bekerja dengan cara menempel pada permukaan molekul zat-zat yang bereaksi dan dengan demikian mempercepat proses reaksi. Percepatan terjadi karena enzim menurunkan energi pengaktifan yang dengan sendirinya akan mempermudah terjadinya reaksi. Sebagian besar enzim bekerja secara khas, yang artinya setiap jenis enzim hanya dapat bekerja pada satu macam senyawa atau reaksi kimia. Hal ini disebabkan perbedaan struktur kimia tiap enzim yang bersifat tetap. Sebagai contoh, enzim α-amilase hanya dapat digunakan pada proses perombakan pati menjadi glukosa.
Enzim amilase merupakan enzim yang mengkatalisis reaksi hidrolisis pati menjadi gula-gula sederhana. Amilase sendiri merupakan enzim yang paling penting dan keberadaanya paling besar, pada bidang bioteknologi, enzim ini diperjualbelikan sebanyak 25% dari total enzim yang lainya. Amilase didapatkan dari berbagai macam sumber, seperti tanaman, hewan dan mikroorganisme.
Berdasarkan hal di atas, maka dilakukanlah percobaan ini yaitu untuk lebih mengetahui dan memahami kerja suatu enzim amilase.

I.2 Tujuan
            Tujuan dilakukannya percobaan ini, yaitu untuk melihat pengaruh pemberian enzim amilase terhadap larutan pati dari kentang Solanum tuberosum.

I.3 Waktu dan Tempat
Percobaan ini berlangsung pada hari Senin, tanggal 22 November 2010, pada pukul 11.00 14.00 WITA, bertempat di Laboratorium Biologi Dasar, Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Hasanuddin, Makassar.



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Enzim merupakan sekelompok protein yang berfungsi sebagai katalisator untuk berbagai reaksi kimia dalam sistem biologik. Hampir tiap reaksi kimia dalam sistem biologis dikatalisis oleh enzim. Sintesis enzim terjadi di dalam sel dan sebagian besar enzim dapat diekstraksi dari sel tanpa merusak fungsinya (Soewoto, 2001).
Enzim adalah molekul biopolimer yang tersusun dari serangkaian asam amino dalam komposisi dan susunan rantai yang teratur dan tetap. Enzim memegang peranan penting dalam berbagai reaksi di dalam sel. Sebagai protein, enzim diproduksi dan digunakan oleh sel hidup untuk mengkatalisis reaksi, antara lain konversi energi dan metabolisme pertahanan sel. Amilase mempunyai kemampuan untuk memecah molekul-molekul pati dan glikogen. Molekul pati yang merupakan polimer dari alfa-D-glikopiranosa akan dipecah oleh enzim pada ikatan alfa-1,4 dan alfa-l,6-glikosida (Anonim, 2010).
Fungsi suatu enzim adalah sebagai katalis untuk proses biokimia yang terjadi di dalam maupun di luar sel. Suatu enzim dapat mempercepat reaksi 108 sampai 1011 kali lebih cepat daripada apabila reaksi tersebut dilakukan tanpa katalis. Jadi enzim dapat berfungsi sebagai katalis yang sangat efisien, disamping itu mempunyai derajat kekhasan yang sangat tinggi. Seperti juga katalis lainnya, maka enzim dapat menurunkan energi aktivasi suatu reaksi kimia. Reaksi kimia ada yang membutuhkan energi (endergonik) dan ada pula yang menghasilkan energi atau mengeluarkan energi (eksergonik). Dengan adanya katalis atau enzim, harga energi aktivasi diperkecil atau diturunkan. Dengan demikian akan dapat memudahkan atau mempercepat terjadinya suatu  reaksi (Poedjiadi, 2006).
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi fungsi enzim diantaranya adalah (Dwidjoseputro, 1992) :
>  Suhu
Oleh karena reaksi kimia itu dapat dipengaruhi suhu maka reaksi menggunakan katalis enzim dapat dipengaruhi oleh suhu. Di samping itu, karena enzim adalah suatu protein maka kenaikan suhu dapat menyebabkan denaturasi dan bagian aktig enzim akan terganggu sehingga konsentrasi dan kecepatan enzim berkurang.
>  Pengaruh pH
Umumnya enzim efektifitas maksimum pada pH optimum, yang lazimnya berkisar antara pH 4,5-8.0. Pada pH yang terlalu tinggi atau terlalu rendah umumnya enzim menjadi non aktif secara irreversibel karena menjadi denaturasi protein.
>  konsentrasi enzim
Seperti pada katalis lain, kecepatan suatu reaksi yang menggunakan enzim tergantung pada konsentrasi enzim tersebut. Pada suatu konsentrasi substrat tertentu, kecepatan reaksibertambah dengan bertambahnya konsentrasi enzim.
>  konsentrasi substrat
Hasil eksperimen menunjukkan bahwa dengan konsentrasi substrat akan menaikkan kecepat reaksi. Akan tetapi, pada batas tertentu tidak terjadi kecepatan reaksi, walaupn konsenrasi substrat diperbesar.
>  zat-zat penghambat
Hambatan atau inhibisi suatu reaksi akan berpengaruh terhadap penggabungan substrat pada bagian aktif yang mengalami hambatan.
Biji-biji yang sedang berkecambah dapat menjadi sumber enzim dari jaringan tumbuhan, meskipun enzim-enzim yang diperoleh merupakan enzim kasar. Untuk keperluan percobaan enzim yang sederhana dapat digunakan ekstrak kecambah (Latunra, 2010).
Enzim aktif dalam jumlah yang sangat sedikit. Tidak berpengaruh oleh reaksi yang dikatalisisnya pada kondisi stabil. Walaupun enzim mempercepat penyelesaian suatu reaksi, enzim tidak mempengaruhi keseimbangan reaksi tersebut (Latunra, 2010).
Tubuh manusia juga menghasilkan berbagai macam enzim yang tersebar di berbagai bagian dan memiliki fungsi tertentu. Salah satu enzim yang penting dalam sistem pencernaan manusia adalah enzim amilase. Enzim ini terdapat dalam saliva atau air liur manusia. Saliva yang disekresikan oleh kelenjar liur selain mengandung enzim amilase juga mengandung  99,5%  air, glikoprotein, dan musin yang bekerja sebagai pelumas pada waktu mengunyah dan menelan makanan. Amilase yang terdapat dalam saliva adalah α-amilase liur yang mampu membuat polisakarida (pati) dan glikogen dihidrolisis menjadi maltosa dan oligosakarida lain dengan menyerang ikatan glikosodat α (1 4). Amilase liur akan segera terinaktivasi pada pH 4,0 atau kurang sehingga kerja pencernaan makanan dalam mulut akan terhenti apabila lingkungan lambung yang asam menembus partikel makanan (Anonim, 2010).
            Enzim meningkatkan laju sehingga terbentuk kesetimbangan kimia antara produk dan pereaksi. Pada keadaaan kesetimbangan, istilah pereaksi dan produk tidaklah pasti dan bergantung pada pandangan kita. Dalam keadaan fisiologi yang normal, suatu enzim tidak mempengaruhi jumlah produk dan pereaksi yang sebenarnya dicapai tanpa kehadiran enzim. Jadi, jika keadaan kesetimbangan tidak menguntungkan bagi pembentukan senyawa, enzim tidak dapat mengubahnya (Salisbury dan Ross, 1995).
Enzim amilase digunakan untuk menghidrolisis pati menjadi suatu produk yang larut dalam air serta mempunyai berat molekul rendah yaitu glukosa. Enzim ini banyak digunakan pada industri minuman misalnya pembuatan High Fructose Syrup (HFS) maupun pada industri tekstil. Enzim amilase dapat diproduksi oleh berbagai jenis mikroorganisme terutama dari keluarga Bacillus, Psedomonas dan Clostridium. Bakteri potensial yang akhir-akhir ini banyak digunakan untuk memproduksi enzim amilase pada skala industri antara lain Bacillus licheniformis dan B.stearothermophillus. Bahkan penggunaan B.stearothermophillus lebih disukai karena mampu menghasilkan enzim yang bersifat termostabil sehingga dapat menekan biaya produksi (Anonim, 2010).
Dalam mempelajari enzim dikenal beberapa istilah diantaranya holoenzim, apoenzim, kofaktor, gugus prostetik, koenzim, dan substrat. Apoenzim adalah suatu enzim yang seluruhnya terdiri dari protein, sedangkan holoenzim adalah enzim yang mengandung gugus protein dan gugus non protein. Gugus yang bukan protein tadi dikenal dengan istilah kofaktor. Pada kofaktor ada yang terikat kuat pada protein dan sukar terurai dalam larutan yang disebut gugus prostetik dan adapula yang tidak terikat kuat pada protein sehingga mudah terurai yang disebut koenzim. Baik gugus prostetik maupun koenzim, keduanya merupakan bagian yang memungkinkan enzim bekerja pada substrat. Substrat merupakan zat-zat yang diubah atau direaksikan oleh enzim (Poedjadi, 2006).
Enzim digolongkan menurut reaksi yang diikutinya, sedangkan masing-masing enzim diberi nama menurut nama substratnya, misalnya urease, arginase dan lain-lain. Di samping itu ada pula beberapa enzim yang dikenal dengan nama lama misalnya pepsin, tripsin dan lain-lain. Oleh Commision on Enzymes of the International Union of Biochemistry, enzim dibagi dalam enam golongan besar. Penggolongan ini didasarkan atas reaksi kimia di mana enzim memegang peranan (Poedjiadi, 2006).
Suatu enzim hanya dapat bekerja spesifik pada suatu substrat untuk suatu perubahan tertentu. Misalnya, sukrase akan menguraikan rafinosa menjadi melibiosa dan fruktosa, sedangkan oleh emulsin, rafinosa tersebut akan terurai menjadi sukrosa dan galaktosa (Salisbury dan Ross, 1995).
Amilase (alfa, beta dan glukoamilase) merupakan enzim yang penting dalam bidang pangan dan bioteknologi. Amilase dapat diperoleh dari berbagai sumber seperti tanaman, binatang dan mikroorganisme. saat ini sejumlah enzim amilae telah diproduksi secara komersial. Penggunaan mikrobia dianggap lebih prosepektif karena mudah tumbuh, cepat menghasilkan dan kondisi lingkungan dapat dikendalikan (Anonim, 2010).
Produksi enzim amilase dapat menggunakan berbagai sumber karbon. Contoh-contoh sumber karbon yang murah adalah sekam, molase, tepung jagung, jagung, limbah tapioka dan sebagainya. Jika digunakan limbah sebagai substrat, maka limbah tadi dapat diperkaya nutrisinya untuk mengoptimalkan produksi enzim. Sumber karbon yang dapat digunakan sebagai suplemen antara laian: pati, sukrosa, laktosa, maltosa, dekstyrosa, fruktosa, dan glukosa. Sumber nitrogen sebagai suplemen antara lain: pepton, tripton, ekstrak daging, ekstrak khamir, amonium sulfat, tepung kedelai, urea dan natrium nitrat (Anonim, 2010).
Untuk uji deteksi amilase, degradasi yang terjadi pada pati diketahui dengan hilangnya material yang terwarnai oleh iodine. Uji deteksi α amylase yang menghidrolisis α-1,4-glikogen dan poliglucosan lainnya. Pada saat awal perlakuan terjadi penurunan yang cepat berat molekul pati yang dihasilkan dari pewarnaan iodine. Produk akhir utama dari degradasi ini adalah oligosakarida dengan berat molekul yang rendah. Sebaliknya, β-amilase mampu mengkatalisis sebuah serangan exolitik dan mendegradasi pati dengan cara memecah maltose dari ujung rantai pati. Enzim amylase dari B. subtilis dapat dipisahkan satu sama lain dan secara subsekuen mengeluarkannya bersama maltose. Enzim amylase dapat dipisahkan dari protease dengan menambahkan insoluble starch ke dalam kultur untuk menyerap amilase (Mahbub, 2008).
Aktivitas amilase dilakukan oleh enzim bakteri dan terlihat berwarna biru di dalam iodin. Apabila iodin menyebabkan media pati berwarna biru pada koloni bakteri maka tidak ada amilase yang diproduksi. Molekul maltosa yang kecil dapat masuk ke dalam sel untuk digunakan sebagai energi. Interaksi iodin dengan pati membuat media berwarna biru gelap. Menurut Ekunsaumi, produksi enzim amilase oleh koloni bakteri pada media ditunjukkan adanya zona bening dengan penambahan larutan iodin di sekitar koloni bakteri (Mahbub, 2008).
Komposisi dan konsentrasi media sangat mempengaruhi produksi dari enzim amilase ekstraseluler pada bakteri, yeast, dan Aspergillus sp. Shinke dalam Srivastava menyatakan bahwa komposisi medium sangat mempengaruhi produksi amilase, seperti halnya sporulasi pada Bacillus cereus. Keberadaan pati akan menginduksi produksi amilase. Keadaan lingkungan dan sumber nitrogen pada media kultur juga akan mempengaruhi pertumbuhan produksi amilase. Disamping karbon dan nitrogen, sodium dan garam potassium, ion metal, dan detergen juga akan mempengaruhi produksi amilase dan pertumbuhan mikroorganisme (Mahbub, 2008).



BAB III
METODE PERCOBAAN

III.1 Alat
            Alat yang digunakan pada percobaan ini, yaitu tabung reaksi, cawan petri, gegep, stopwatch, dan pipet tetes.
III.2  Bahan
            Bahan yang digunakan pada percobaan ini yaitu larutan pati dari kentang Solanum tuberosum, enzim amilase (saliva), dan larutan JKJ.
III.3 Cara Kerja
1.        Mengambil 5 filtrat yang mengandung enzim amilase (saliva) dan meletakkannya ke dalam 2 tabung reaksi.
2.        Memanaskan salah satu tabung sampai mendidih dan biarkan satu tabung pada suhu kamar.
3.        Menambahkan 5 ml larutan pati ke dalam masing-masing tabung lalu menghomogenasikan kedua larutan tersebut sehingga larutan benar-benar tercampur.
4.        Melakukan pengetesan campuran larutan pati dengan enzim amilase oleh larutan JKJ pada pelat tetes dengan menggunakan pipet sebanyak 5 tetes.
5.        Mengamati larutan tersebut dengan melihat perubahan yang terjadi, dengan interval waktu selama 2 menit selama 10 menit.



BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1 Hasil
Interval waktu
Panas
Dingin
2
++
++
4
++
++
6
++
++
8
+
+
10
+
+

Keterangan :
+          : Bening
++        : Agak coklat
+++     : coklat
++++   : Coklat tua
: Endapan

 IV.2 Pembahasan
            Pada percobaan ini, digunakan larutan pati dari kentang Solanum tuberosum untuk mengetahui pengaruh enzim amilase yang terdapat dalam saliva (air liur). Dari hasil percobaan maka diperoleh data bahwa pada perlakuan yang dipanaskan maupun yang tidak dipanaskan memiliki hasil yang sama.
Perlakuan pertama yaitu menyediakan masing-masing 5 ml air saliva dalam 2 tabung reaksi. Air saliva berfungsi sebagai sumber enzim amilase yang akan digunakan untuk mengurai pati. Kemudian memanaskan air saliva yang terdapat pada tabung 1. Hal ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana kerja enzim amilase setelah dipanaskan, sedangkan pada tabung 2 disimpan pada suhu kamar yang berfungsi sebagai pembanding dengan yang tabung 1. Setelah itu, menambahkan pada masing-masing kedua tabung larutan kentang, dimana larutan kentang ini berfungsi sebagai sumber pati.
Pada metode percobaan, larutan yang telah dihomogenasikan antara larutan pati dengan saliva akan dipanaskan dengan menggunakan interval waktu 2 menit, hal ini bertujuan untuk melihat laju kecepatan enzim bereaksi serta setelah dipanaskan akan dilakukan penambahan larutan I2KI yang berfungsi sebagai indikator warna pada larutan pati.
            Pada hasil percobaan yang dipanaskan menunjukkan bahwa untuk interval waktu 0 (waktu awal) memiliki warna larutan bening (+), sedangkan pada waktu 2 menit selanjutnya larutan tersebut berubah warna menjadi agak coklat (++). Untuk menit ke-4 dan 6 larutannya tetap berwarna agak coklat (++). Pada menit ke-8 dan 10 larutan berubah menjadi bening (+). Begitupun untuk larutan yang mendapat perlakuan yang tidak dipanaskan hasil datanya juga sama dengan yang dipanaskan.
            Pada percobaan ini, digunakan enzim amilase karena enzim amilase terdapat di dalam saliva yang fungsinya untuk memecah amilum menjadi maltosa begitupun nantinya maltosa ini akan dipecah-pecah lagi menjadi gula yang lebih sederhana. Oleh karena itu enzim amilase yang digunakan pada percobaan ini, sebab enzim ini terdapat dalam mulut dan dengan mudah diperoleh, berbeda dengan enzim-enzim lainnya, misalnya enzim ptialin yang ada dalam lambung yang sukar diperoleh serta kerja enzim juga sangat spesifik karena enzim akan bekerja sesuai dengan substrat yang sesungguhnya. Hal ini sangat berhubungan dengan fungsi enzim amilase yaitu hanya dapat memecah amilum menjadi gula-gula yang sederhana berbeda dengan enzim yang lain.
Amilum terdiri atas tiga jenis yaitu α-amilase, β-amilase dan γ-amilase, dimana α-amilase ini terdapat dalam mulut (saliva) yang menghidrolisa ikatan α(1→4) pada cabang sebelah luar glikogen dan amilopektin menjadi glukosa, sejumlah kecil maltosa, dan suatu inti tahan hidrolisa yang disebut dekstrin. Artinya enzim ini dapat memecah ikatan 1,4 glioksida sehingga bersifat endoamilasi yang memutuskan ikatan pada bagian tengah. Pada β-amilase merupakan amilum yang banyak terdapat dalam tumbuhan dan sifatnya memutuskan ikatan pada bagian ujung (eksoamilase) sedangkan γ-amilase terdapat didalam hati baik hati manusia maupun hati hewan. 
Pada percobaan ini larutan yang tidak mengalami pemanasan dapat dikatakan enzimnya dapat bekerja secara optimal terbukti dari warna larutan yang berubah setelah menit terakhir menjadi bening akibat pati yang telah dipecahkan menjadi lebih sederhana oleh enzim amilase. Sedangkan pada larutan yang mengalami pemanasan, seharusnya enzim tidak bekerja karena pada larutan yang dipanaskan enzimnya akan mengalami kerusakan (denaturasi) dan kecepatan reaksinya menjadi lambat atau terhambat. Tetapi pada percobaan ini, aktivitas enzim masih telihat jelas yang ditandai dengan perubahan larutan menjadi warna bening. Hal ini berarti hasil dari larutan yang mengalami pemanasan tidak sesuai teori yang ada.


BAB V
PENUTUP

V.1 Kesimpulan
            Dari hasil percobaan yang dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa pengaruh enzim amilase terhadap larutan pati dari kentang Solanum tuberosum baik yang dipanaskan maupun yang tidak dipanaskan memperoleh hasil yang sama yaitu pada menit ke-2, ke-4, dan ke-6 larutan berwarna agak coklat (++), sedangkan pada menit ke-8 dan ke-10 larutan berubah menjadi warna bening (+). Untuk larutan yang tidak mengalami pemanasan, hal ini sudah sesuai dengan teori karena larutan pada menit terakhir berwarna bening, dimana larutan bening ini menunjukkan bahwa enzim amilase bekerja dalam memecah pati. Sedangkan pada larutan yang mengalami pemanasan, hal ini tidak sesuai dengan teori karena seharusnya enzim pada larutan telah rusak akibat pemanasan.
V.2 Saran
            Sebaiknya para praktikan dalam melakukan praktikum harus lebih tertib lagi agar percobaan yang dilakukan dapat berjalan dengan baik dan hasilnya pun lebih optimal.



DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2010. Prospek dan Produksi Enzim Alfa-amilase dari Mikroorganisme. http://indobiogen.or.id/. Diakses pada tanggal 18 November 2010 pukul 16.00 WITA.

Anonim, 2010. Amilase. http://biogen.litbang.deptan.go.id/. Diakses pada tanggal 18 November 2008 pukul 16.00 WITA.

Dwidjoseputro, D., 1992. Pengantar Fisiologi Tumbuhan. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Latunra, A. Ilham, 2010. Penuntun Praktikum Fisiologi Tumbuhan. Universitas Hasanuddin, Makassar.

Mahbub, Hamdani, 2008. Deteksi dan Produksi Amilase. http://june-s.blogspot.com/. Diakses pada tanggal 18 November 2010 pukul 16.00 WITA.

Poedjiadi, Anna, 2006. Dasar-dasar Biokimia. Universitas Indonesia Press, Jakarta.

Salisbury, F. B. dan Ross, C. W., 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid 2. ITB Press, Bandung.

Soewoto, H., 2001. Biokimia Eksperimen Laboratorium. Widya Medika, Jakarta.

0 comments:

Post a Comment