LAPORAN
PRAKTIKUM
FISIOLOGI TUMBUHAN
PERCOBAAN V
AKTIVITAS ENZIM AMILASE
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Enzim adalah molekul biopolimer yang tersusun dari serangkaian asam amino
dalam komposisi dan susunan rantai yang teratur dan tetap. Enzim (eksoenzim) yang berperan dalam
merubah karbohidrat komplek adalah karbohidrase, amilase, dan selulase. Pati merupakan substansi
yang terlebih dahulu harus diubah menjadi molekul lebih sederhana agar dapat
diserap oleh sel. Mikroorganisme memproduksi enzim untuk memecah substansi di
dalam sel, salah satunya adalah amilase.
Suatu bagian yang sangat kecil
dari suatu molekul besar adalah protein enzim yang berperan dalam mengkatalisis
suatu reaksi. Bagian kecil
ini disebut bagian aktif (active site) enzim. Enzim bekerja dengan cara
menempel pada permukaan molekul zat-zat yang
bereaksi dan dengan demikian mempercepat proses reaksi. Percepatan terjadi
karena enzim menurunkan energi pengaktifan
yang dengan sendirinya akan mempermudah terjadinya reaksi. Sebagian besar enzim
bekerja secara khas, yang artinya setiap jenis enzim hanya dapat bekerja pada
satu macam senyawa atau reaksi kimia. Hal ini disebabkan perbedaan struktur kimia
tiap enzim yang bersifat tetap. Sebagai contoh, enzim α-amilase
hanya dapat digunakan pada proses perombakan pati
menjadi glukosa.
Enzim amilase merupakan enzim yang
mengkatalisis reaksi hidrolisis pati menjadi gula-gula sederhana. Amilase
sendiri merupakan enzim yang paling penting dan keberadaanya paling besar, pada
bidang bioteknologi, enzim ini diperjualbelikan sebanyak 25% dari total enzim
yang lainya. Amilase didapatkan dari berbagai macam sumber, seperti tanaman,
hewan dan mikroorganisme.
Berdasarkan hal di atas, maka
dilakukanlah percobaan ini yaitu untuk lebih mengetahui dan memahami
kerja suatu enzim amilase.
I.2 Tujuan
Tujuan dilakukannya percobaan ini, yaitu untuk melihat
pengaruh pemberian enzim amilase terhadap larutan pati dari kentang Solanum tuberosum.
I.3 Waktu dan Tempat
Percobaan ini berlangsung pada hari Senin, tanggal 22 November
2010, pada pukul 11.00 – 14.00 WITA, bertempat di
Laboratorium Biologi Dasar,
Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas
Hasanuddin, Makassar.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Enzim merupakan
sekelompok protein yang berfungsi sebagai katalisator untuk berbagai reaksi
kimia dalam sistem biologik. Hampir tiap reaksi kimia dalam sistem biologis
dikatalisis oleh enzim. Sintesis enzim terjadi di dalam sel dan sebagian besar
enzim dapat diekstraksi dari sel tanpa merusak fungsinya (Soewoto, 2001).
Enzim adalah molekul biopolimer yang tersusun dari serangkaian asam amino
dalam komposisi dan susunan rantai yang teratur dan tetap. Enzim memegang
peranan penting dalam berbagai reaksi di dalam sel. Sebagai protein, enzim
diproduksi dan digunakan oleh sel hidup untuk mengkatalisis reaksi, antara lain
konversi energi dan metabolisme pertahanan sel. Amilase mempunyai kemampuan
untuk memecah molekul-molekul pati dan glikogen. Molekul pati yang merupakan polimer dari alfa-D-glikopiranosa akan
dipecah oleh enzim pada ikatan alfa-1,4 dan alfa-l,6-glikosida (Anonim, 2010).
Fungsi suatu enzim adalah sebagai katalis untuk proses biokimia yang
terjadi di dalam maupun di luar sel. Suatu enzim dapat mempercepat reaksi 108
sampai 1011 kali lebih cepat daripada apabila reaksi tersebut
dilakukan tanpa katalis. Jadi enzim dapat berfungsi sebagai katalis yang sangat
efisien, disamping itu mempunyai derajat kekhasan yang sangat tinggi. Seperti
juga katalis lainnya, maka enzim dapat menurunkan energi aktivasi suatu reaksi
kimia. Reaksi kimia ada yang membutuhkan energi (endergonik) dan ada pula yang
menghasilkan energi atau mengeluarkan energi (eksergonik). Dengan adanya
katalis atau enzim, harga energi aktivasi diperkecil atau diturunkan. Dengan
demikian akan dapat memudahkan atau mempercepat terjadinya suatu reaksi (Poedjiadi, 2006).
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi fungsi enzim diantaranya adalah
(Dwidjoseputro, 1992) :
> Suhu
Oleh karena reaksi
kimia itu dapat dipengaruhi suhu maka reaksi menggunakan katalis enzim dapat
dipengaruhi oleh suhu. Di samping itu, karena enzim adalah suatu protein maka
kenaikan suhu dapat menyebabkan denaturasi dan bagian aktig enzim akan
terganggu sehingga konsentrasi dan kecepatan enzim berkurang.
> Pengaruh pH
Umumnya enzim
efektifitas maksimum pada pH optimum, yang lazimnya berkisar antara pH 4,5-8.0.
Pada pH yang terlalu tinggi atau terlalu rendah umumnya enzim menjadi non aktif
secara irreversibel karena menjadi denaturasi protein.
> konsentrasi
enzim
Seperti pada katalis
lain, kecepatan suatu reaksi yang menggunakan enzim tergantung pada konsentrasi
enzim tersebut. Pada suatu konsentrasi substrat tertentu, kecepatan
reaksibertambah dengan bertambahnya konsentrasi enzim.
> konsentrasi
substrat
Hasil eksperimen
menunjukkan bahwa dengan konsentrasi substrat akan menaikkan kecepat reaksi.
Akan tetapi, pada batas tertentu tidak terjadi kecepatan reaksi, walaupn
konsenrasi substrat diperbesar.
> zat-zat
penghambat
Hambatan atau inhibisi suatu reaksi akan berpengaruh terhadap
penggabungan substrat pada bagian aktif yang mengalami hambatan.
Biji-biji yang sedang
berkecambah dapat menjadi sumber enzim dari jaringan tumbuhan, meskipun
enzim-enzim yang diperoleh merupakan enzim kasar. Untuk keperluan percobaan enzim
yang sederhana dapat digunakan ekstrak kecambah (Latunra, 2010).
Enzim aktif dalam jumlah yang
sangat sedikit. Tidak berpengaruh oleh reaksi yang dikatalisisnya pada kondisi
stabil. Walaupun enzim mempercepat penyelesaian suatu reaksi, enzim tidak mempengaruhi
keseimbangan reaksi tersebut (Latunra, 2010).
Tubuh manusia juga menghasilkan berbagai macam enzim yang
tersebar di berbagai bagian dan memiliki fungsi tertentu. Salah satu enzim yang
penting dalam sistem pencernaan manusia adalah enzim amilase. Enzim ini
terdapat dalam saliva atau air liur manusia. Saliva yang disekresikan oleh
kelenjar liur selain mengandung enzim amilase juga mengandung 99,5%
air, glikoprotein, dan musin yang bekerja sebagai pelumas pada waktu
mengunyah dan menelan makanan. Amilase yang terdapat dalam saliva adalah
α-amilase liur yang mampu membuat polisakarida (pati) dan glikogen dihidrolisis
menjadi maltosa dan oligosakarida lain dengan menyerang ikatan glikosodat α (1 4). Amilase liur akan segera
terinaktivasi pada pH 4,0 atau kurang sehingga kerja pencernaan makanan dalam
mulut akan terhenti apabila lingkungan lambung yang asam menembus partikel
makanan (Anonim, 2010).
Enzim meningkatkan laju sehingga
terbentuk kesetimbangan kimia antara produk dan pereaksi. Pada keadaaan
kesetimbangan, istilah pereaksi dan produk tidaklah pasti dan bergantung pada
pandangan kita. Dalam keadaan fisiologi yang normal, suatu enzim tidak
mempengaruhi jumlah produk dan pereaksi yang sebenarnya dicapai tanpa kehadiran
enzim. Jadi, jika keadaan kesetimbangan tidak menguntungkan bagi pembentukan
senyawa, enzim tidak dapat mengubahnya (Salisbury dan Ross, 1995).
Enzim amilase digunakan untuk menghidrolisis pati menjadi suatu produk
yang larut dalam air serta mempunyai berat molekul rendah yaitu glukosa. Enzim
ini banyak digunakan pada industri minuman misalnya pembuatan High Fructose
Syrup (HFS) maupun pada industri tekstil. Enzim amilase dapat diproduksi
oleh berbagai jenis mikroorganisme terutama dari keluarga Bacillus, Psedomonas
dan Clostridium. Bakteri potensial yang akhir-akhir ini banyak digunakan untuk
memproduksi enzim amilase pada skala industri antara lain Bacillus
licheniformis dan B.stearothermophillus. Bahkan penggunaan B.stearothermophillus
lebih disukai karena mampu menghasilkan enzim yang bersifat termostabil
sehingga dapat menekan biaya produksi (Anonim, 2010).
Dalam mempelajari enzim dikenal beberapa istilah diantaranya holoenzim,
apoenzim, kofaktor, gugus prostetik, koenzim, dan substrat. Apoenzim adalah
suatu enzim yang seluruhnya terdiri dari protein, sedangkan holoenzim adalah
enzim yang mengandung gugus protein dan gugus non protein. Gugus yang bukan
protein tadi dikenal dengan istilah kofaktor. Pada kofaktor ada yang terikat
kuat pada protein dan sukar terurai dalam larutan yang disebut gugus prostetik
dan adapula yang tidak terikat kuat pada protein sehingga mudah terurai yang
disebut koenzim. Baik gugus prostetik maupun koenzim, keduanya merupakan bagian
yang memungkinkan enzim bekerja pada substrat. Substrat merupakan zat-zat yang
diubah atau direaksikan oleh enzim (Poedjadi, 2006).
Enzim digolongkan menurut reaksi yang diikutinya, sedangkan masing-masing
enzim diberi nama menurut nama substratnya, misalnya urease, arginase dan
lain-lain. Di samping itu ada pula beberapa enzim yang dikenal dengan nama lama
misalnya pepsin, tripsin dan lain-lain. Oleh Commision on Enzymes of the
International Union of Biochemistry, enzim dibagi dalam enam golongan besar.
Penggolongan ini didasarkan atas reaksi kimia di mana enzim memegang peranan
(Poedjiadi, 2006).
Suatu enzim hanya dapat bekerja spesifik pada suatu substrat untuk suatu
perubahan tertentu. Misalnya, sukrase akan menguraikan rafinosa menjadi
melibiosa dan fruktosa, sedangkan oleh emulsin, rafinosa tersebut akan terurai
menjadi sukrosa dan galaktosa (Salisbury dan Ross, 1995).
Amilase (alfa, beta dan glukoamilase) merupakan enzim yang penting dalam
bidang pangan dan bioteknologi. Amilase dapat diperoleh dari berbagai sumber
seperti tanaman, binatang dan mikroorganisme. saat ini sejumlah enzim amilae
telah diproduksi secara komersial. Penggunaan mikrobia dianggap lebih
prosepektif karena mudah tumbuh, cepat menghasilkan dan kondisi lingkungan dapat
dikendalikan (Anonim, 2010).
Produksi enzim amilase dapat menggunakan berbagai sumber karbon.
Contoh-contoh sumber karbon yang murah adalah sekam, molase, tepung jagung,
jagung, limbah tapioka dan sebagainya. Jika digunakan limbah sebagai substrat,
maka limbah tadi dapat diperkaya nutrisinya untuk mengoptimalkan produksi
enzim. Sumber karbon yang dapat digunakan sebagai suplemen antara laian: pati,
sukrosa, laktosa, maltosa, dekstyrosa, fruktosa, dan glukosa. Sumber nitrogen
sebagai suplemen antara lain: pepton, tripton, ekstrak daging, ekstrak khamir,
amonium sulfat, tepung kedelai, urea dan natrium nitrat (Anonim, 2010).
Untuk uji deteksi amilase, degradasi yang terjadi pada pati diketahui
dengan hilangnya material yang terwarnai oleh iodine. Uji deteksi α amylase
yang menghidrolisis α-1,4-glikogen dan poliglucosan lainnya. Pada saat awal
perlakuan terjadi penurunan yang cepat berat molekul pati yang dihasilkan dari
pewarnaan iodine. Produk akhir utama dari degradasi ini adalah oligosakarida
dengan berat molekul yang rendah. Sebaliknya, β-amilase mampu mengkatalisis
sebuah serangan exolitik dan mendegradasi pati dengan cara memecah maltose dari
ujung rantai pati. Enzim amylase dari B. subtilis dapat dipisahkan satu sama
lain dan secara subsekuen mengeluarkannya bersama maltose. Enzim amylase dapat
dipisahkan dari protease dengan menambahkan insoluble starch ke dalam kultur
untuk menyerap amilase (Mahbub, 2008).
Aktivitas amilase dilakukan oleh enzim bakteri dan terlihat berwarna biru
di dalam iodin. Apabila iodin menyebabkan media pati berwarna biru pada koloni
bakteri maka tidak ada amilase yang diproduksi. Molekul maltosa yang kecil
dapat masuk ke dalam sel untuk digunakan sebagai energi. Interaksi iodin dengan
pati membuat media berwarna biru gelap. Menurut Ekunsaumi, produksi enzim
amilase oleh koloni bakteri pada media ditunjukkan adanya zona bening dengan
penambahan larutan iodin di sekitar koloni bakteri (Mahbub, 2008).
Komposisi dan konsentrasi media sangat mempengaruhi produksi dari enzim
amilase ekstraseluler pada bakteri, yeast, dan Aspergillus sp. Shinke dalam
Srivastava menyatakan bahwa komposisi medium sangat mempengaruhi produksi
amilase, seperti halnya sporulasi pada Bacillus cereus. Keberadaan pati akan
menginduksi produksi amilase. Keadaan lingkungan dan sumber nitrogen pada media
kultur juga akan mempengaruhi pertumbuhan produksi amilase. Disamping karbon
dan nitrogen, sodium dan garam potassium, ion metal, dan detergen juga akan
mempengaruhi produksi amilase dan pertumbuhan mikroorganisme (Mahbub, 2008).
BAB III
METODE PERCOBAAN
III.1 Alat
Alat yang digunakan pada
percobaan ini, yaitu tabung
reaksi, cawan petri, gegep, stopwatch, dan pipet tetes.
III.2
Bahan
Bahan
yang digunakan pada percobaan ini yaitu larutan pati dari kentang Solanum tuberosum, enzim amilase
(saliva), dan larutan JKJ.
III.3 Cara Kerja
1.
Mengambil 5
filtrat yang mengandung enzim amilase (saliva) dan meletakkannya ke dalam
2 tabung reaksi.
2.
Memanaskan
salah satu tabung sampai mendidih dan biarkan satu tabung pada suhu kamar.
3.
Menambahkan 5 ml larutan pati ke dalam masing-masing tabung lalu
menghomogenasikan kedua larutan tersebut sehingga larutan benar-benar
tercampur.
4.
Melakukan
pengetesan campuran larutan pati dengan enzim amilase oleh larutan JKJ pada
pelat tetes dengan menggunakan pipet sebanyak 5 tetes.
5.
Mengamati larutan tersebut dengan melihat perubahan
yang terjadi, dengan interval waktu selama 2 menit selama 10 menit.
BAB
IV
HASIL
DAN PEMBAHASAN
IV.1 Hasil
Interval waktu
|
Panas
|
Dingin
|
2
|
++
|
++
|
4
|
++
|
++
|
6
|
++
|
++
|
8
|
+
|
+
|
10
|
+
|
+
|
Keterangan :
+ :
Bening
++ :
Agak coklat
+++ : coklat
++++ : Coklat tua
: Endapan
IV.2
Pembahasan
Pada
percobaan ini, digunakan larutan pati dari kentang Solanum tuberosum untuk mengetahui pengaruh enzim amilase yang
terdapat dalam saliva (air liur). Dari hasil percobaan maka diperoleh data
bahwa pada perlakuan yang dipanaskan maupun yang tidak dipanaskan memiliki
hasil yang sama.
Perlakuan pertama yaitu menyediakan masing-masing 5 ml air saliva dalam 2
tabung reaksi. Air saliva berfungsi sebagai sumber enzim amilase yang akan
digunakan untuk mengurai pati. Kemudian memanaskan air saliva yang terdapat
pada tabung 1. Hal ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana kerja
enzim amilase setelah dipanaskan, sedangkan pada tabung 2 disimpan pada suhu
kamar yang berfungsi sebagai pembanding dengan yang tabung 1. Setelah itu,
menambahkan pada masing-masing kedua tabung larutan kentang, dimana larutan
kentang ini berfungsi sebagai sumber pati.
Pada metode percobaan, larutan yang telah dihomogenasikan antara larutan
pati dengan saliva akan dipanaskan dengan menggunakan interval waktu 2 menit,
hal ini bertujuan untuk melihat laju kecepatan enzim bereaksi serta setelah
dipanaskan akan dilakukan penambahan larutan I2KI yang berfungsi
sebagai indikator warna pada larutan pati.
Pada hasil percobaan yang dipanaskan
menunjukkan bahwa untuk interval waktu 0 (waktu awal) memiliki warna larutan
bening (+), sedangkan pada waktu 2 menit selanjutnya larutan tersebut berubah
warna menjadi agak coklat
(++). Untuk menit ke-4 dan 6 larutannya tetap berwarna agak coklat (++). Pada
menit ke-8 dan 10 larutan berubah menjadi bening (+). Begitupun untuk
larutan yang mendapat perlakuan yang tidak dipanaskan hasil datanya juga sama
dengan yang dipanaskan.
Pada percobaan ini, digunakan enzim
amilase karena enzim amilase terdapat di dalam
saliva yang fungsinya untuk memecah amilum menjadi maltosa begitupun nantinya
maltosa ini akan dipecah-pecah lagi menjadi gula yang lebih sederhana. Oleh
karena itu enzim amilase yang digunakan pada percobaan ini, sebab enzim ini
terdapat dalam mulut dan dengan mudah diperoleh, berbeda dengan enzim-enzim lainnya, misalnya enzim ptialin yang ada dalam lambung yang sukar diperoleh
serta kerja enzim juga sangat spesifik karena enzim akan bekerja sesuai dengan
substrat yang sesungguhnya. Hal
ini sangat berhubungan dengan fungsi enzim amilase yaitu hanya dapat memecah
amilum menjadi gula-gula yang sederhana berbeda dengan enzim yang lain.
Amilum terdiri atas tiga jenis yaitu α-amilase, β-amilase dan γ-amilase,
dimana α-amilase ini terdapat dalam mulut (saliva) yang menghidrolisa ikatan
α(1→4) pada cabang sebelah luar glikogen dan amilopektin menjadi glukosa,
sejumlah kecil maltosa, dan suatu inti tahan hidrolisa yang disebut dekstrin. Artinya
enzim ini dapat memecah ikatan 1,4 glioksida sehingga bersifat endoamilasi yang
memutuskan ikatan pada bagian tengah. Pada β-amilase merupakan amilum yang banyak
terdapat dalam tumbuhan dan sifatnya memutuskan ikatan pada bagian ujung
(eksoamilase) sedangkan γ-amilase terdapat didalam hati baik hati manusia
maupun hati hewan.
Pada percobaan ini larutan
yang tidak mengalami pemanasan dapat dikatakan enzimnya dapat bekerja secara optimal terbukti
dari warna larutan yang berubah setelah
menit terakhir menjadi bening akibat pati yang telah dipecahkan menjadi
lebih sederhana oleh enzim amilase.
Sedangkan pada larutan yang mengalami pemanasan, seharusnya enzim tidak bekerja karena pada larutan
yang dipanaskan enzimnya akan mengalami kerusakan (denaturasi) dan kecepatan
reaksinya menjadi lambat atau terhambat. Tetapi
pada percobaan ini, aktivitas
enzim masih telihat jelas yang ditandai dengan perubahan larutan menjadi
warna bening. Hal ini berarti
hasil dari larutan yang mengalami pemanasan tidak sesuai teori yang ada.
BAB V
PENUTUP
V.1 Kesimpulan
Dari
hasil percobaan yang dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa pengaruh enzim
amilase terhadap larutan pati dari kentang Solanum
tuberosum baik yang dipanaskan maupun yang tidak dipanaskan memperoleh
hasil yang sama yaitu pada menit
ke-2, ke-4, dan ke-6 larutan berwarna
agak coklat (++), sedangkan pada menit ke-8 dan ke-10 larutan berubah menjadi warna bening
(+). Untuk larutan yang tidak
mengalami pemanasan, hal ini sudah sesuai dengan teori karena larutan pada
menit terakhir berwarna bening, dimana larutan bening ini menunjukkan bahwa
enzim amilase bekerja dalam memecah pati. Sedangkan pada larutan yang mengalami
pemanasan, hal ini tidak sesuai dengan teori karena seharusnya enzim pada
larutan telah rusak akibat pemanasan.
V.2 Saran
Sebaiknya
para praktikan dalam melakukan praktikum harus lebih tertib lagi agar percobaan
yang dilakukan dapat berjalan dengan baik dan hasilnya pun lebih optimal.
DAFTAR
PUSTAKA
Anonim, 2010. Prospek dan Produksi Enzim Alfa-amilase dari
Mikroorganisme. http://indobiogen.or.id/. Diakses pada tanggal 18 November 2010 pukul 16.00 WITA.
Anonim, 2010. Amilase. http://biogen.litbang.deptan.go.id/. Diakses pada tanggal 18 November 2008 pukul 16.00 WITA.
Dwidjoseputro, D., 1992. Pengantar Fisiologi
Tumbuhan. Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta.
Latunra, A. Ilham, 2010. Penuntun Praktikum Fisiologi Tumbuhan.
Universitas Hasanuddin, Makassar.
Mahbub, Hamdani,
2008. Deteksi dan Produksi Amilase. http://june-s.blogspot.com/. Diakses pada tanggal 18 November 2010 pukul 16.00 WITA.
Poedjiadi, Anna, 2006. Dasar-dasar
Biokimia. Universitas
Indonesia Press, Jakarta.
Salisbury, F. B. dan Ross, C. W., 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid
2. ITB Press, Bandung.
Soewoto, H., 2001. Biokimia Eksperimen
Laboratorium. Widya
Medika, Jakarta.
0 comments:
Post a Comment