LAPORAN
PRAKTIKUM
FISIOLOGI TUMBUHAN
PERCOBAAN I
DORMANSI KARENA KULIT BIJI YANG KERAS
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Dormansi pada benih dapat berlangsung selama beberapa hari, semusim,
bahkan sampai beberapa tahun tergantung pada jenis tanaman dan tipe dari
dormansinya. Pertumbuhan tidak akan terjadi selama benih belum melalui masa
dormansinya, atau sebelum dikenakan suatu perlakuan khusus terhadap benih
tersebut. Dormansi dapat dipandang sebagai salah satu keuntungan biologis dari
benih dalam mengadaptasikan siklus pertumbuhan tanaman terhadap keadaan
lingkungannya, baik musim maupun variasi–variasi yang kebetulan terjadi.
Sehingga secara tidak langsung benih dapat menghindarkan dirinya dari kemusnaan
alam.
Banyak biji
tumbuhan budidaya yang menunjukkan perilaku ini. Penanaman benih secara normal
tidak menghasilkan perkecambahan atau hanya sedikit perkecambahan. Perlakuan
tertentu perlu dilakukan untuk mematahkan dormansi sehingga benih menjadi
tanggap terhadap kondisi yang kondusif bagi pertumbuhan. Bagian tumbuhan yang
lainnya yang juga diketahui berperilaku dorman adalah kuncup.
Berdasarkan hal di atas,
maka dilakukanlah percobaan mengenai dormansi karena kulit biji yang keras.
I.2 Tujuan
Tujuan dilakukannya percobaan ini, yaitu untuk mematahkan
dormansi pada biji karena kulit biji yang keras dengan perlakuan fisik dan
kimia.
I.3 Waktu dan Tempat
Percobaan ini berlangsung pada hari Senin, tanggal 8 November
2010, pada pukul 14.00 – 17.00 WITA, bertempat di
Laboratorium Botani, Jurusan
Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Hasanuddin
Makassar. Pengamatan ini dilakukan
selama 4 minggu.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Dormansi merupakan fase istirahat dari suatu organ tanaman yang mempunyai
potensi untuk tumbuh aktif, karena mempunyai jaringan meristem. Pada fase ini
pertumbuhan organ tersebut hanya terhenti sementara. Perhentian sementara ini
hanya dinilai secara visual. Jadi mungkin saja pada organ tersebut masih
berlangsung proses akumulasi senyawa–senyawa tertentu. Dan pada pematahan dormansi
dapat diganti oleh zat kimia seperti KNO3, thiorea dan asam giberalin. Pada
kenyataannya, pada organ secara visual disebut dormansi, sesungguhnya masih
berlangsung perubahan-perubahan
biokimia dan struktur mikroskopiknya (Pandey and Sinha, 1992).
Dormansi terjadi dalam
berbagai bentuk. Pohon melepaskan daun-daunnya untuk menghindari bahaya pada
waktu udara menjadi dingin dan kering serta tanah membeku. Banyak tumbuhan
basah, bagian atasnya mati selama periode musim dingin atau kekeringan, sedangkan
bagian yang ada di bagian bawahnya seperti bulbus, kormus, serta umbi tetap
hidup, tetapi dalam keadaan dorman (Latunra, 2010).
Dormansi pada benih dapat
disebabkan oleh keadaan fisik dari kulit biji keadaan fisiologis dari embrio
atau kombinasi dari kedua keadaan tersebut. Pertumbuhan tidak akan terjadi
selama benih belum melalui masa dormansinya, atau sebelum dikenakan suatu
perlakuan khusus terhadap benih tersebut (Anonim, 2010).
Pada beberapa jenis varietas
tanaman tertentu, sebagian atau seluruh benih menjadi dorman sewaktu dipanen,
sehingga masalah yang sering dihadapi oleh petani atau pemakai benih adalah
bagaimana cara mengatasi dormansi tersebut. Dormansi sendiri mempunyai
pengertian adalah suatu keadaan dimana pertumbuhan tidak terjadi walaupun kondisi
lingkungan mendukung untuk terjadinya perkecambahan (Anonim, 2010).
Benih yang mengalami dormansi
ditandai oleh (Anonim, 2010):
a. Rendahnya/tidak adanya proses imbibisi air
b. Proses respirasi tertekan/terhambat
c. Rendahnya proses mobilisasi cadangan makanan
d. Rendahnya proses metabolisme cadangan
makanan
Kondisi dormansi mungkin dibawa sejak benih
masak secara fisiologis ketika masih berada pada tanaman induknya atau mungkin
setelah benih tersebut terlepas dari tanaman induknya. Dormansi pada benih
dapat disebabkan oleh keadaan fisik dari kulit biji dan keadaan fisiologis dari
embrio atau bahkan kombinasi dari kedua keadaan tersebut.
Secara umum menurut Aldrich (1984) Dormansi
dikelompokkan menjadi 3 tipe yaitu (Anonim, 2010):
·
Enforced dormansi
·
Innate dormansi (dormansi primer)
·
Induced dormansi (dormansi sekunder)
Dormansi sekunder disini adalah benih-benih
yang pada keadaan normal maupun berkecambah, tetapi apabila dikenakan pada
suatu keadaan yang tidak menguntungkan selama beberapa waktu dapat menjadi
kehilangan kemampuannya untuk berkecambah. Kadang-kadang dormansi sekunder
ditimbulkan bila benih diberi semua kondisi yang dibutuhkan untuk berkecambah
kecuali satu, misalnya kegagalan memberikan cahaya pada benih yang membutuhkan
cahaya. Diduga dormansi sekunder tersebut disebabkan oleh perubahan fisik yang
terjadi pada kulit biji yang diakibatkan oleh pengeringan yang berlebihan
sehingga pertukaran gas-gas pada saat imbibisi menjadi lebih terbatas (Anonim,
2010).
Dormansi dikelompokkan menjadi 2 tipe berdasarkan
mekanisme dormansi di dalam biji, yaitu (Sutopo, 1998):
1.
Dormansi Fisik
Dormansi Fisik disebabkan oleh pembatasan struktural terhadap
perkecambahan biji, seperti kulit biji yang keras dan kedap sehingga menjadi
penghalang mekanis terhadap masuknya air atau gas-gas ke dalam biji.
Beberapa penyebab dormansi fisik
adalah :
Ø Impermeabilitas kulit biji terhadap air
Benih-benih yang termasuk dalam type dormansi ini disebut sebagai
"Benih keras" karena mempunyai kulit biji yang keras dan strukturnya
terdiri dari lapisan sel-sel serupa palisade berdinding tebal terutama di
permukaan paling luar. Dan bagian dalamnya mempunyai lapisan lilin dan bahan
kutikula.
Ø Resistensi mekanis kulit biji terhadap pertumbuhan embrio
Disini kulit biji cukup kuat sehingga menghalangi pertumbuhan embrio.
Jika kulit biji dihilangkan, maka embrio akan tumbuh dengan segera.
Ø Permeabilitas yang rendah dari kulit biji terhadap gas-gas
Pada dormansi ini, perkecambahan akan terjadi jika kulit biji dibuka
atau jika tekanan oksigen di sekitar benih ditambah. Pada benih apel misalnya,
suplai oksigen sangat dibatasi oleh keadaan kulit bijinya sehingga tidak cukup
untuk kegiatan respirasi embrio. Keadaan ini terjadi apabila benih berimbibisi
pada daerah dengan temperatur hangat.
2.
Dormansi Fisiologis
Dormansi Fisiologis, dapat disebabkan oleh
sejumlah mekanisme, tetapi pada umumnya disebabkan oleh zat pengatur tumbuh,
baik yang berupa penghambat maupun perangsang tumbuh.
Beberapa penyebab dormansi fisiologis
adalah :
Ø Immaturity Embrio
Pada dormansi ini perkembangan embrionya tidak secepat jaringan
sekelilingnya sehingga perkecambahan benih-benih yang demikian perlu ditunda.
Sebaiknya benih ditempatkan pada tempe-ratur dan kelembaban tertentu agar
viabilitasnya tetap terjaga sampai embrionya terbentuk secara sempurna dan
mampu berkecambah.
Ø After ripening
Benih yang mengalami dormansi ini memerlukan suatu jangkauan waktu
simpan tertentu agar dapat berkecambah, atau dika-takan membutuhkan jangka
waktu "After Ripening". After Ripening diartikan sebagai setiap
perubahan pada kondisi fisiologis benih selama penyimpanan yang mengubah benih
menjadi mampu berkecambah. Jangka waktu penyimpanan ini berbeda-beda dari
beberapa hari sampai dengan beberapa tahun, tergantung dari jenis benihnya.
Ada beberapa tipe dari dormansi dan
kadang-kadang lebih dari satu tipe terjadi didalam benih yang sama. Di alam,
dormansi dipatahkan secara perlahan-lahan atau disuatu kejadian lingkungan yang
khas. Tipe dari kejadian lingkungan yang dapat mematahkan dormansi tergantung
pada tipe dormansi (Anonim, 2010).
Benih yang dorman dapat menguntungkan atau
merugikan dalam penanganan benih. Keuntungannya benih yang dorman adalah dapat
mencegah agar tidak berkecambah selama penyimpanan. Sesungguhya benih-benih
yang tidak dorman seperti benih rekalsitran sagat sulit untuk ditangani, karena
perkecambahan dapat terjadi selama pengangkutan atau penyimpanan sementara. Di
suatu sisi, apabila dormansi sangat kompleks dan benih membutuhkan perlakuan
awal yang khusus, kegagalan untuk mengatasai masalah ini dapat bersifat
kegagalan perkecambaan (Anonim, 2010).
Dormansi benih berhubungan dengan usaha benih
untuk menunda perkecambahannya, hingga waktu dan kondisi lingkungan
memungkinkan untuk melangsungkan proses tersebut. Dormansi dapat terjadi pada
kulit biji maupun pada embryo. Biji yang telah masak dan siap untuk berkecambah
membutuhkan kondisi klimatik dan tempat tumbuh yang sesuai untuk dapat
mematahkan dormansi dan memulai proses perkecambahannya. Pretreatment
skarifikasi digunakan untuk mematahkan dormansi kulit biji, sedangkan
stratifikasi digunakan untuk mengatasi dormansi embrio (Salisbury and Ross,
1995).
Skarifikasi merupakan salah satu upaya
pretreatment atau perawatan awal pada benih, yang ditujukan untuk mematahkan dormansi,
serta mempercepat terjadinya perkecambahan biji yang seragam. Upaya ini dapat
berupa pemberian perlakuan secara fisis, mekanis maupun chemis. Beberapa jenis
biji tanaman memerlukan masa istirahat sesudah panen. After ripening period ini
menunjukkan adanya perubahan biokimia dan fisiologis dalam biji yang lambat
sebelum tumbuh menjadi tanaman. Perubahan-perubahan ini mungkin mencakup
pembebasan hormone, absorpsi air, difusi oksigen ke dalam biji, difusi CO2
keluar dari biji, dan sebagainya ( Salisbury and Ross, 1995 ).
Dormansi dapat diatasi dengan melakukan
perlakuan. Perlakuan sebagai berikut (Kartasapoetra, 2003):
Ä Perlakuan fisik
1. Pemarutan atau penggoresan (skarifikasi, scarification) yaitu dengan
cara menghaluskan kulit benih atau menggores kulit benih agar dapat dilalui air
dan udara.
2. Melepaskan kulit benih dari sifat kerasnya agar dengan demikian
terjadi lubang-lubang yang memudahkan air dan udara melakukan aliran yang
mendorong perkecambahan.
3. Stratifikasi terhadap benih dengan suhu rendah ataupun suhu tinggi (stratifikasi
yaitu memberikan temperature rendah pada keadaan lembab, kebutuhan stratifikasi
berbeda untuk setiap jenis tanaman. Perlakuan dengan temperature rendah dan
tinggi). Temperature tinggi jarang digunakan untuk memecahkan dormansi benih,
kecuali pada kelapa swit.
4. Perendaman biji dengan air panas sehingga memudahkan air untuk masuk
ke dalam biji.
Ä Perlakuan kimia
Pemberian
bahan kimia (H2SO4 pekat dan KNO3) bertujuan
menjadikan agar kulit biji lebih mudah dimasuki oleh air pada waktu proses
imbibisi.
BAB
III
METODE
PERCOBAAN
III.1 Alat-alat Percobaan
Alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah pinset, gelas piala, alat
ukur, silet dan gunting.
III.2 Bahan-bahan Percobaan
Bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah biji jarak Ricinus communis, biji flamboyan Delonix regia, biji ki hujan Samania saman, biji nangka Arthocarpus integra, larutan H2SO4,
air panas, air dingin, air biasa, tanah, pasir, polybag, dan amplas atau kikir.
III.3 Prosedur Kerja
Prosedur kerja
dari percobaan ini adalah :
1.
Menyiapkan 4 macam biji dan membagi masing-masing 4
biji tersebut dalam 4 polybag.
2.
Kelompok 1 menghilangkan sebagian kulit bijinya pada
bagian yang tidak ada lembaganya dengan alat gosok kemudian direndam dengan air
dalam wadah selama lima menit, kemudian
menanamnya di dalam tanah dengan kedalaman 3 cm.
3.
Kelompok 2 merendam biji dengan menggunakan air panas
selama lima menit, kemudian menanamnya di dalam tanah dengan kedalaman 3 cm.
4.
Kelompok 3 merendam biji dengan menggunakan air dingin
selama lima menit, kemudian menanamnya di dalam tanah dengan kedalaman 3 cm.
5.
Kelompok 4 merendam biji dengan H2SO4
selama 5 menit, kemudian dicuci dengan air bersih, kemudian menanamnya di dalam
tanah dengan kedalaman 3 cm.
6. Menyiram biji yang terdapat dalam polibag
disiram setiap hari.
7.
Melakukan pengamatan setiap hari Senin selama 4 Minggu.
8.
Mengukur tinggi tanaman/ kecambah dan jumlah daun.
BAB
IV
HASIL
DAN PEMBAHASAN
IV.1 Hasil
Table pengamatan biji nangka Arthocarpus
integra :
Biji
|
Panjang Biji (cm)
|
I
|
10
|
II
|
6
|
III
|
8
|
IV
|
4
|
V
|
8
|
IV.2 Pembahasan
Percobaan ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemberian perilaku
fisik dan kimia terhadap pematahan dormansi biji nangka Arthocarpus
integra. Biji nangka diberi lima
macam perlakuan, yaitu perlakuan
secara fisik dengan pengamplasan pada bagian biji tempat keluarnya
kotiledon dan perlakuan kimia dengan cara perendaman biji pada larutan yang berbeda-beda, yaitu perendaman dalam air panas, dingin, dan
dalam H2SO4.
Biji yang diberi perlakuan fisik dengan dikikir mengalami pematahan
dormansi terbukti dalam setiap minggu biji ini mengalami pertumbuhan yang
pesat. Pengamplasan/ pengikiran bertujuan untuk membuat kulit
biji yang keras dan tebal menjadi lebih tipis sehingga memudahkan imbibisi air,
selain itu kotiledon akan lebih cepat keluar menembus kulit biji. Perlakuan dengan perendaman air panas
dapat mematahkan dormansi dari biji tetapi lebih lama dibandingkan dengan cara pengikiran. Hal ini mungkin disebabkan
oleh faktor pemberian air yang kurang mendidih dan perendaman dengan waktu yang
sebentar sehingga kulit luar belum lunak untuk dapat ditembus oleh air. Perlakuan dengan perendaman air panas
bertujuan untuk memberikan suhu yang ekstrim pada biji sehingga kulit biji yang
tebal dapat lebih mudah ditembus oleh kotiledon. Perlakuan dengan perendaman H2SO4 juga
mengalami pertumbuhan yang lambat.
Ini disebabkan biji yang berada dalam kondisi asam akan mematikan
pertumbuhan kotiledon begitu pula dalam kondisi dingin dimana biji akan sulit
untuk tumbuh.
Percobaan ini sedikit melenceng dari teori yang menyatakan bahwa sejumlah
besar perlakuan diantaranya pemberian air panas dan pemberian asam sulfat lebih efektif dalam mengurangi
kandungan dalam biji keras. Dengan kata lain perlakuan ini dapat menghilangkan
sumbat hilum dan mengurangi kandungan kulit biji yang keras sehingga biji dapat
tumbuh dengan baik.
BAB V
PENUTUP
PENUTUP
V.1 Kesimpulan
Berdasarkan dari hasil pengamatan di atas, kesimpulan yang
dapat diperoleh dari percobaan ini adalah:
1. Ada
dua perlakuan yang dapat mematahkan
dormansi yakni perlakuan dengan cara fisik yaitu pengamplasan/ pengikiran dan cara kimia yaitu dengan perendaman menggunakan air
panas dan H2SO4.
2.
Pertumbuhan
kotiledon dari biji nangka yang lebih dulu tumbuh adalah biji yang diberi
perlakuan dengan cara pengikiran.
V.1 Saran
Sebaiknya saat mengadakan percobaan ini, perendaman dan pemberian
perlakuan dilakukan dengan baik karena hal tersebut merupakan salah satu faktor
penting dalam percobaan ini.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2010. Dormansi Biji. http://dormansi-biji_11.html. Diakses pada tanggal 6 Nopember 2010 pukul 15.00 WITA.
Anonim, 2010. Tipe Dormansi. http://dormansi.html.
Diakses pada tanggal 6 Nopember 2010 pukul 15.00 WITA.
Kartasapoetra,
A. G., 2003. Teknologi Benih. Rineka Cipta, Jakarta.
Latunra, A. Ilham., 2010. Penuntun Praktikum Fisiologi Tumbuhan. Universitas
Hasanuddin, Makassar.
Pandey, S. N. and Sinha, B. K., 1992. Plant Physiology. Vikas Publishing House
PVT LTD, India.
PVT LTD, India.
Salisbury, F. B. dan C. W. Ross, 1995. Fisiologi Tumbuhan. ITB Press, Bandung.
Sutopo, L., 1998. Teknologi
Benih. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
0 comments:
Post a Comment