LAPORAN
PRAKTIKUM
FISIOLOGI TUMBUHAN
PERCOBAAN IX
PENGARUH INHIBITOR TERHADAP PERKECAMBAHAN BIJI
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Fase istirahat atau biasa
dikenal dengan dormansi terdapat hampir pada semua tumbuhan, dimana tumbuhan
tidak melakukan perkecambahan walaupun lingkungan mendukung untuk terjadinya
perkecambahan. Salah satu penyebab dormansi adalah faktor kimia, dimana
terdapat zat-zat pemghambat dalam tumbuhan tersebut. Zat pengahambat ini
terdiridar berbagai macam
jenis. Zat-zat penghambat inilah
pada umumnya dikenal dengan nama inhibitor. Zat penghambat ini akan menunda
terjadinya perkecambahan, meskipun kondisi lingkungan sudah sangat mendukung
untuk terjadinya suatu proses perkecambahan.
Suatu tumbuhan yang disebabkan oleh
faktor kimia dapat dipatahkan fase istirahatnya (dormansi), yaitu dengan
mencuci biji tanaman tersebut sehingga zat inhibitornya dapat hilang. Secara
alamiah, di alam proses
pencucian ini biasanya dilakukan oleh air hujan. Selain itu, dormansi juga dapat dipatahkan dengan
perlakuan suhu rendah atau pendinginan awal.
Berdasarkan
hal di atas maka dilakukanlah percobaan ini untuk mengetahui lebih
lanjut tentang zat inhibitor.
I.2 Tujuan
Tujuan dilakukannya percobaan ini, yaitu untuk melihat melihat
pengaruh zat penghambat di dalam daging buah jeruk Citrus aurantifolia dan tomat Solanum
lycopersicum terhadap perkecambahan gabah padi Oryza sativa.
I.3 Waktu dan Tempat
Percobaan ini berlangsung pada hari Jumat, tanggal 3 Desember
2010, pada pukul 14.00 – 17.00 WITA, bertempat di
Laboratorium Botani, Jurusan
Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Hasanuddin, Makassar. Pengamatan ini dilakukan selama 1 minggu.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Dormansi biji dapat disebabkan
karena embrio yang belum masak, impermeabilitas kulit biji terhadap air, dan
kadang-kadang terhadap oksigen. Penyebab lain terjadinya dormansi pada biji
adalah adanya zat penghambat perkecambahan. Cairan buah tertentu seperti jeruk
mengandung zat penghambat perkecambahan sehingga mencegah biji buah berkecambah
ketika masih dalam tubuh (Latunra, 2010).
Zat-zat penghambat perkecambahan yang diketahui terdapat pada tanaman
antara lain adalah ammonia, abscisis acid, benzoic acid, ethylene, alkaloid,
alkaloids lactone (antara lain coumarin). Coumarin diketahui menghambat kerja
enzim. Enzim penting dalam perkecambahan (Sutopo, 2004).
Dormansi merupakan strategi benih-benih tumbuhan tertentu agar dapat
mengatasi lingkungan sub-optimum guna mempertahankan kelanjutan spesiesnya.
Terdapat berbagai penyebab dormansi benih yang pada garis besarnya dapat
digolongkan kedalam adanya hambatan dari kulit benih (misalnya pada benih
lamtoro karena kulit benih yang impermeabel terhadap air) atau bagian dalam
benihnya (misalnya pada benih melinjo karena embrio yang belum dewasa). Benih
yang mengalami dormansi organik ini tidak dapat berkecambah dalam kondisi
lingkungan perkecambahan yang optimum (Sadjad, 1993).
Ahli fisiologi benih biasanya menetapkan perkecambahan sebagai suatu kejadian
yang diawali dengan imbibisi dan diakhiri ketika radikula (akar lembaga) atau
kotiledon atau hipokopotil memanjang atau muncul melewati kulit biji. Biji
dapat tetap viabel (hidup), tetapi tak dapat berkecambah atau tumbuh karena
beberapa penyebab, baik itu berasal dari luar maupun dari dalam biji itu
sendiri. Dormansi pada biji ini dapat dihilangkan dengan berbagai cara,
diantaranya dengan mencuci biji sehingga zat penghambatnya hilang. Cara lain
yang dapat digunakan ialah dengan perlakuan suhu rendah atau pendinginan awal
(Salisbury dan Ross, 1995).
Banyak biji, terutama biji Rocaceae dan beberapa konifer serta beberapa
spesies herba akan berkecambah jika
bijinya tidak terpajang pada suhu dan oksigen yang rendah dan dalam kondisi lembab selama berminggu-minggu atau
berbulan-bulan. Beberapa biji akan memberikan respon terbaik suhu harian
bergantian antara tinggi dan
rendah. Tindakan meletakkan biji selama musim dingin di dalam wadah berisi pasir dan gambut lembab dinamakan stratifikasi. Biji dalam wadah harus diberi suhu
rendah sebelum berkecambah,
dikenal dengan istilah perlakuan awal suhu rendah atau pendinginan awal
(Prechilling). Pendinginan awal ini dilakukan di dalam inkubator
atau ruang tumbuh (Salisbury dan Ross, 1995).
Asam absisat (ABA) merupakan salah satu faktor penghambat
tumbuh (Inhibitor/ retardant) pada saat
tanaman mengalami stress. Fitohormon
ini digunakan untuk mengompakkan pertumbuhan batang agar tanaman terlihat
sangat baik. Pada komposisi dan perlakuan tertentu dapat merangsang pertumbuhan
tunas anakan dengan cepat dan serentak. ABA pergerakannya dalam tumbuhan sama
dengan pergerakan giberelin,
yaitu dapat diangkut secara mudah melalui xylem, floem, dan juga
sel-sel parenkim di luar berkas pembuluh. Golongan inhibitor adalah: Paclobutrazol dan Ancymidol (Anonim, 2010).
Setiap jaringan tanaman
memiliki hormon ABA yang
dapat dipisahkan secara kromatografi Rf 0,9 dimana senyawa tersebut
merupakan inhibitor B-kompleks.
Senyawa ini mempengaruhi proses pertumbuhan, dormansi, dan absisi. Beberapa peneliti akhirnya juga menemukan senyawa yang sama yang menjadi zat penghambat tumbuh,
yaitu asam absisat (ABA). Peneliti tersebut bernama Addicott et al dari California USA pada tahun 1967 melakukan penelitian pada tanaman kapas, dan Rothwell serta Wain pada
tahun 1964 melakukan penelitian pada
tanaman lupin (Wattimena 1992).
Zat pengatur tumbuhan yang diproduksi di dalam tanaman disebut juga
hormon tanaman. Hormon tanaman yang dianggap sebagai hormon stress, dimana akan diproduksi dalam
jumlah besar ketika tanaman mengalami berbagai keadaan rawan diantaranya yaitu
ABA. Keadaan rawan tersebut meliputi
kurangnya air, tanah
bergaram, dan suhu dingin atau panas. ABA akan membantu tanaman mengatasi dari keadaan rawan tersebut
(Salisbury dan Ross, 1995).
Asam absisat (ABA) dan
asam-asam fenolik merupakan inhibitor endogen yang tersebar luas dalam tubuh
tumbuhan. Dalam berbagai proses fisiologis senyawa tersebut berinteraksi dengan
auksin, giberelin, dan sitokinin dengan hubungan yang lebih bersifat antagonisme
dari pada sinergisme. Inhibitor (zat penghambat tumbuh) ini dapat dijumpai pada
organ-organ daun, batang, rhizoma, ubi, tunas, tepung sari, buah, embrio, endosperm, maupun kulit biji, sehingga
keberadaan senyawa-senyawa tersebut akan menghambat proses pertumbuhan tunas (pucuk), perkecambahan, pembungaan, serta
mempercepat proses penuaan atau pengguguran daun, bunga, dan buah (Anonim, 2010).
Dormansi pada biji merupakan suatu peristiwa dimana biji tertahan atau
terhambat untuk berkecambah. Dormansi pada biji ini dapat disebabkan oleh
beberapa faktor diantaranya (Goldworthy, 1992):
1. Biji yang belum matang, dalam hal ini adalah
embrio yang masih immature dapat disebabkan oleh beberapa hal, seperti ketika terjadi abscission
(gugurnya buah dari tangkainya) embrio masih belum menyelesaikan tahap
perkembangannya, embrio belum mengalami diferensiasi atau masih butuh waktu
untuk mencapai bentuk dan ukuran yang sempurna.
2. Impermiabilitas kulit biji terhadap air dan
oksigen, yang dapat diuraikan sebagai berikut:
·
Bagian biji yang impermeabel: membran biji,
kulit biji, nucellus, pericarp, dan endocarp.
·
Impermeabilitas dapat disebabkan oleh deposisi
bermacam-macam substansi (misalnya cutin, suberin, lignin) pada membran.
·
Kulit biji yang keras dapat disebabkan oleh
pengaruh genetik maupun lingkungan. Pematahan dormansi kulit biji ini dapat
dilakukan dengan skarifikasi mekanik.
·
Bagian biji yang mengatur masuknya air ke dalam
biji, yaitu mikrofil, kulit
biji, raphe/ hilum, dan strophiole. Adapun mekanisme higroskopiknya diatur oleh
hilum.
·
Keluar masuknya O2 pada biji
disebabkan oleh mekanisme dalam kulit biji. Dormansi
karena hambatan keluar masuknya O2 melalui kulit biji ini dapat
dipatahkan dengan perlakuan temperatur tinggi dan pemberian larutan kuat.
Dormansi karena immature embryo ini dapat dipatahkan dengan perlakuan temperatur rendah dan zat kimia.
Dormansi karena immature embryo ini dapat dipatahkan dengan perlakuan temperatur rendah dan zat kimia.
3. Kondisi lingkungan yang tidak mendukung untuk terjadinya
suatu proses perkecambahan.
Senyawa penghambat kimia, sering juga terdapat pada biji dan sering kali
zat penghambat ini harus dikeluarkan terlebih dahulu sebelum perkecambahan
dapat berlangsung. Di alam, bila curah hujan cukup akan dapat mencuci zat
penghambat biji ini, dan
tanah yang cukup basah dapat
menjadi tempat bagi kecambah baru untuk hidup. Hal ini khususnya penting bagi
tanaman digurun, karena kelembaban udara merupakan faktor yang sangat penting
dibandingkan faktor lainnya,
seperti suhu. Vest, pada tahun 1972, mendapatkan bahawa biji Atriplex
mengandung cukup banyak natrium klorida (NaCl) untuk menghambat perkecambahan
biji secara osmotik. Biasanya senyawa penghambat ini lebih rumit dibandingkan
dengan garam dapur biasa dan penghambat mewakili berbagai macam kelompok
senyawa organik. Beberapa diantaranya adalah kompleks pelepas sianida (khususnya
biji Rosaceae). Bahan penting
lainnya umumnya mencakup asam organik, lakton tak jenuh khususnya kumarin, asam
parasorbat dan protoamenomin, aldehid, minyak esensial, alkaloid, dan senyawa
fenol (Anonim, 2002).
Asam abisat (ABA) sering terdapat pada biji dorman, tetapi kebanyakan
sudah hilang jauh sebelum dormansi berakhir. Jadi ABA, mungkin merupakan pengahambat kuat bagi perkecambahan bila
senyawa tersebut masih ada,
namun tidak menutup kemungkinan
banyak senyawa lain yang menjadi penghambat penyebab dormansi biji (Anonim, 2002).
Penghambat perkecambahan ini tidak hanya berasal atau terdapat di biji,
tetapi ada juga yang terdapat di daun, akar dan bagian tumbuhan lain. Bila
terbawa keluar tumbuhan atau dilepaskan selama pembusukan sampah, senyawa
penghambat dapat menghambat perkecambahan biji atau perkembangan akar disekitar
tanaman induk. Senyawa yang dihasilkan oleh suatu tumbuhan yang dapat mengganggu
tumbuhan lain dinamakan alelopati. Bahkan ada beberapa bahan yang dihasilkan
oleh organisme lain yang
bertindak sebagai pemacu perkecambahan, contohnya nitrat adalah pemacu
perkecambahan yang sering atau lazim digunakan di laboratorium fisiologi benih
dan senyawa ini dihasilkan dari sisa-sisa pembusukan tumbuhan atau hewan
(Dwidjoseputro, 1992).
BAB III
METODE PERCOBAAN
III.1 Alat
Alat yang digunakan pada
percobaan ini, yaitu nampan, pisau, dan saringan.
III.2
Bahan
Bahan
yang digunakan pada percobaan ini yaitu gabah padi Oryza sativa, jeruk nipis Citrus aurantifolia, tomat Solanum lycopersicum, tissue,
dan aquadest.
III.3 Cara Kerja
1.
Mencuci buah
tomat Solanum lycopersicum dan jeruk Citrus aurantifolia sampai bersih.
2.
Membelah
tomat Solanum lycopersicum dan jeruk
nipis Citrus aurantifolia menggunakan
pisau, lalu diperas dan cairan yang diperoleh disaring dan ditaruh dalam
nampan.
3.
Membuat 3
kelompok biji gabah padi Oryza sativa
yang masing-masing sebanyak 20 biji.
4.
Kelompok
pertama biji gabah dikecambahkan dalam cairan buah tomat Solanum lycopersicum, kelompok kedua biji gabah dikecambahkan dalam
cairan jeruk nipis Citrus aurantifolia,
dan kelompok ketiga biji gabah dikecambahkan dalam aquadest sebagai kontrol.
5.
Setiap hari
cairan buah diganti dengan yang baru, tetapi biji gabah harus dicuci dahulu
sampai bersih.
6.
Melakukan pengamatan
selama 1 minggu. Kemudian catat hasilnya pada tabel pengamatan.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1 Hasil
Tabel Pengamatan :
Hari/Tgl
|
Jumlah biji yang berkecambah
|
||
Air jeruk
|
Air tomat
|
Air biasa
|
|
04 Des 2010
05 Des 2010
06 Des 2010
07 Des 2010
08 Des 2010
09 Des 2010
10 Des 2010
|
-
-
-
-
-
-
-
|
-
-
-
-
-
-
-
|
-
-
-
2
4
6
9
|
IV.2 Pembahasan
Percobaan ini dilakukan dengan merendam biji padi Oriza sativa kedalam nampan yang berisi sari tomat Solanum lycopersicum, sari jeruk Citrus aurantifolia, dan air sebagai kontrol, masing-masing
berisi 20 biji. Perendaman ini
dilakukan selama satu minggu dengan mengganti rendaman sari tomat dan jeruk setiap
hari.
Setelah beberapa hari biji padi
yang terendam pada sari tomat tidak mengalami pertumbuhan. Hal ini berarti zat penghambat yang terkandung dalam sari tomat, asam absisat, mampu menghambat pertumbuhan biji padi
tersebut. Begitupun dengan
biji padi yang terendam pada
sari jeruk, satu pun tidak mengalami pertumbuhan. Ini disebabkan pada
sari jeruk terdapat zat penghambat yatu asam ascorbat sehingga menghambat pertumbuhan biji padi.
Biji padi Oriza sativa yang terendam dalam air dapat mengalami pertumbuhan, yaitu mulai pada
hari keempat hingga hari ketujuh.
Biji padi ini dapat tumbuh karenakan air tidak memiliki zat penghambat
sehingga biji padi Oriza sativa dapat
tumbuh.
BAB V
PENUTUP
V.1 Kesimpulan
Pada percobaan ini
dapat diperoleh kesimpulan yaitu buah tomat Solanum lycopersicum dan jeruk Citrus
aurantifolia memiliki zat penghambat yang dapat menghambat pertumbuhan biji
padi. Zat penghambat yang terdapat pada sari tomat yaitu asam absisat
dan pada sari jeruk yaitu asam ascorbat. Sedangkan pada air (control), biji padi Oriza sativa dapat tumbuh karena pada air tidak mengandung zat
penghambat.
V.2 Saran
Sebaiknya laboratorium
yang akan digunakan selalu
dalam keadaan bersih dan rapi serta peralatan yang digunakan dalam praktikum sebaiknya dilengkapi sehingga praktikum dapat berjalan lancar.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2010. Zat Penghambat Tumbuhan (Inhibitor). http://pustaka.ut.ac.id/. Diakses pada tanggal 26 November 2010 pukul 16.00 WITA.
Anonim, 2002. Fenomena Vivipary Labu
Siam. http://tumoutou.net/. Diakses pada tanggal 26 November 2010 pukul 16.00 WITA.
Dwidjoseputro, D., 1992. Pengantar Fisiologi
Tumbuhan. Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta.
Goldsworthy, F. R., dan
Fisher, 1992. Fisiologi Tanaman Budidaya Tropik. UGM Press, Yogyakarta.
Latunra, A. Ilham, 2010. Penuntun Praktikum Fisiologi Tumbuhan.
Universitas Hasanuddin, Makassar.
Salisbury, F. B., dan Ross, C. W., 1995. Fisiologi
Tumbuhan Jilid 2. ITB
Press, Bandung.
Wattimena, G. A., 1998. Zat Pengatur Tumbuh
Tanaman Bogor. Pusat
Antar Universitas, Institut
Pertanian Bogor.
0 comments:
Post a Comment