Wednesday, October 24, 2012

FISIOLOGI TUMBUHAN


LAPORAN PRAKTIKUM
FISIOLOGI TUMBUHAN

PERCOBAAN IX
PENGARUH INHIBITOR TERHADAP PERKECAMBAHAN BIJI


BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang
Fase istirahat atau biasa dikenal dengan dormansi terdapat hampir pada semua tumbuhan, dimana tumbuhan tidak melakukan perkecambahan walaupun lingkungan mendukung untuk terjadinya perkecambahan. Salah satu penyebab dormansi adalah faktor kimia, dimana terdapat zat-zat pemghambat dalam tumbuhan tersebut. Zat pengahambat ini terdiridar berbagai macam jenis. Zat-zat penghambat inilah pada umumnya dikenal dengan nama inhibitor. Zat penghambat ini akan menunda terjadinya perkecambahan, meskipun kondisi lingkungan sudah sangat mendukung untuk terjadinya suatu proses perkecambahan.
Suatu tumbuhan yang disebabkan oleh faktor kimia dapat dipatahkan fase istirahatnya (dormansi), yaitu dengan mencuci biji tanaman tersebut sehingga zat inhibitornya dapat hilang. Secara alamiah, di alam proses pencucian ini biasanya dilakukan oleh air hujan. Selain itu, dormansi juga dapat dipatahkan dengan perlakuan suhu rendah atau pendinginan awal.
Berdasarkan hal di atas maka dilakukanlah percobaan ini untuk mengetahui lebih lanjut tentang zat inhibitor.
I.2 Tujuan
            Tujuan dilakukannya percobaan ini, yaitu untuk melihat melihat pengaruh zat penghambat di dalam daging buah jeruk Citrus aurantifolia dan tomat Solanum lycopersicum terhadap perkecambahan gabah padi Oryza sativa.

I.3 Waktu dan Tempat
Percobaan ini berlangsung pada hari Jumat, tanggal 3 Desember 2010, pada pukul 14.00 17.00 WITA, bertempat di Laboratorium Botani, Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Hasanuddin, Makassar. Pengamatan ini dilakukan selama 1 minggu.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Dormansi biji dapat disebabkan karena embrio yang belum masak, impermeabilitas kulit biji terhadap air, dan kadang-kadang terhadap oksigen. Penyebab lain terjadinya dormansi pada biji adalah adanya zat penghambat perkecambahan. Cairan buah tertentu seperti jeruk mengandung zat penghambat perkecambahan sehingga mencegah biji buah berkecambah ketika masih dalam tubuh (Latunra, 2010).
Zat-zat penghambat perkecambahan yang diketahui terdapat pada tanaman antara lain adalah ammonia, abscisis acid, benzoic acid, ethylene, alkaloid, alkaloids lactone (antara lain coumarin). Coumarin diketahui menghambat kerja enzim. Enzim penting dalam perkecambahan (Sutopo, 2004).
Dormansi merupakan strategi benih-benih tumbuhan tertentu agar dapat mengatasi lingkungan sub-optimum guna mempertahankan kelanjutan spesiesnya. Terdapat berbagai penyebab dormansi benih yang pada garis besarnya dapat digolongkan kedalam adanya hambatan dari kulit benih (misalnya pada benih lamtoro karena kulit benih yang impermeabel terhadap air) atau bagian dalam benihnya (misalnya pada benih melinjo karena embrio yang belum dewasa). Benih yang mengalami dormansi organik ini tidak dapat berkecambah dalam kondisi lingkungan perkecambahan yang optimum (Sadjad, 1993).
Ahli fisiologi benih biasanya menetapkan perkecambahan sebagai suatu kejadian yang diawali dengan imbibisi dan diakhiri ketika radikula (akar lembaga) atau kotiledon atau hipokopotil memanjang atau muncul melewati kulit biji. Biji dapat tetap viabel (hidup), tetapi tak dapat berkecambah atau tumbuh karena beberapa penyebab, baik itu berasal dari luar maupun dari dalam biji itu sendiri. Dormansi pada biji ini dapat dihilangkan dengan berbagai cara, diantaranya dengan mencuci biji sehingga zat penghambatnya hilang. Cara lain yang dapat digunakan ialah dengan perlakuan suhu rendah atau pendinginan awal (Salisbury dan Ross, 1995).
Banyak biji, terutama biji Rocaceae dan beberapa konifer serta beberapa spesies herba akan berkecambah jika bijinya tidak terpajang pada suhu dan oksigen yang rendah dan dalam kondisi lembab selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan. Beberapa biji akan memberikan respon terbaik suhu harian bergantian antara tinggi dan rendah. Tindakan meletakkan biji selama musim dingin di dalam wadah berisi pasir dan gambut lembab dinamakan stratifikasi. Biji dalam wadah harus diberi suhu rendah sebelum berkecambah, dikenal dengan istilah perlakuan awal suhu rendah atau pendinginan awal (Prechilling). Pendinginan awal ini dilakukan di dalam inkubator atau ruang tumbuh (Salisbury dan Ross, 1995).
Asam absisat (ABA) merupakan salah satu faktor penghambat tumbuh (Inhibitor/ retardant) pada saat tanaman mengalami stress. Fitohormon ini digunakan untuk mengompakkan pertumbuhan batang agar tanaman terlihat sangat baik. Pada komposisi dan perlakuan tertentu dapat merangsang pertumbuhan tunas anakan dengan cepat dan serentak. ABA pergerakannya dalam tumbuhan sama dengan pergerakan giberelin, yaitu dapat diangkut secara mudah melalui xylem, floem, dan juga sel-sel parenkim di luar berkas pembuluh. Golongan inhibitor adalah: Paclobutrazol dan Ancymidol (Anonim, 2010).
Setiap jaringan tanaman memiliki hormon ABA yang dapat dipisahkan secara kromatografi Rf 0,9 dimana senyawa tersebut merupakan inhibitor B-kompleks. Senyawa ini mempengaruhi proses pertumbuhan, dormansi, dan absisi. Beberapa peneliti akhirnya juga menemukan senyawa yang sama yang menjadi zat penghambat tumbuh, yaitu asam absisat (ABA). Peneliti tersebut bernama Addicott et al dari California USA pada tahun 1967 melakukan penelitian pada tanaman kapas, dan Rothwell serta Wain pada tahun 1964 melakukan penelitian pada tanaman lupin (Wattimena 1992).
Zat pengatur tumbuhan yang diproduksi di dalam tanaman disebut juga hormon tanaman. Hormon tanaman yang dianggap sebagai hormon stress, dimana akan diproduksi dalam jumlah besar ketika tanaman mengalami berbagai keadaan rawan diantaranya yaitu ABA. Keadaan rawan tersebut meliputi kurangnya air, tanah bergaram, dan suhu dingin atau panas. ABA akan membantu tanaman mengatasi dari keadaan rawan tersebut (Salisbury dan Ross, 1995).
Asam absisat (ABA) dan asam-asam fenolik merupakan inhibitor endogen yang tersebar luas dalam tubuh tumbuhan. Dalam berbagai proses fisiologis senyawa tersebut berinteraksi dengan auksin, giberelin, dan sitokinin dengan hubungan yang lebih bersifat antagonisme dari pada sinergisme. Inhibitor (zat penghambat tumbuh) ini dapat dijumpai pada organ-organ daun, batang, rhizoma, ubi, tunas, tepung sari, buah, embrio, endosperm, maupun kulit biji, sehingga keberadaan senyawa-senyawa tersebut akan menghambat proses pertumbuhan tunas (pucuk), perkecambahan, pembungaan, serta mempercepat proses penuaan atau pengguguran daun, bunga, dan buah (Anonim, 2010).
Dormansi pada biji merupakan suatu peristiwa dimana biji tertahan atau terhambat untuk berkecambah. Dormansi pada biji ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya (Goldworthy, 1992):
1. Biji yang belum matang, dalam hal ini adalah embrio yang masih immature dapat disebabkan oleh beberapa hal, seperti ketika terjadi abscission (gugurnya buah dari tangkainya) embrio masih belum menyelesaikan tahap perkembangannya, embrio belum mengalami diferensiasi atau masih butuh waktu untuk mencapai bentuk dan ukuran yang sempurna.
2. Impermiabilitas kulit biji terhadap air dan oksigen, yang dapat diuraikan sebagai berikut:
·      Bagian biji yang impermeabel: membran biji, kulit biji, nucellus, pericarp, dan endocarp.
·      Impermeabilitas dapat disebabkan oleh deposisi bermacam-macam substansi (misalnya cutin, suberin, lignin) pada membran.
·      Kulit biji yang keras dapat disebabkan oleh pengaruh genetik maupun lingkungan. Pematahan dormansi kulit biji ini dapat dilakukan dengan skarifikasi mekanik.
·      Bagian biji yang mengatur masuknya air ke dalam biji, yaitu mikrofil, kulit biji, raphe/ hilum, dan strophiole. Adapun mekanisme higroskopiknya diatur oleh hilum.
·      Keluar masuknya O2 pada biji disebabkan oleh mekanisme dalam kulit biji. Dormansi karena hambatan keluar masuknya O2 melalui kulit biji ini dapat dipatahkan dengan perlakuan temperatur tinggi dan pemberian larutan kuat.
Dormansi karena immature embryo ini dapat dipatahkan dengan perlakuan temperatur rendah dan zat kimia.
3. Kondisi lingkungan yang tidak mendukung untuk terjadinya suatu proses perkecambahan.
Senyawa penghambat kimia, sering juga terdapat pada biji dan sering kali zat penghambat ini harus dikeluarkan terlebih dahulu sebelum perkecambahan dapat berlangsung. Di alam, bila curah hujan cukup akan dapat mencuci zat penghambat biji ini, dan tanah yang cukup basah dapat menjadi tempat bagi kecambah baru untuk hidup. Hal ini khususnya penting bagi tanaman digurun, karena kelembaban udara merupakan faktor yang sangat penting dibandingkan faktor lainnya, seperti suhu. Vest, pada tahun 1972, mendapatkan bahawa biji Atriplex mengandung cukup banyak natrium klorida (NaCl) untuk menghambat perkecambahan biji secara osmotik. Biasanya senyawa penghambat ini lebih rumit dibandingkan dengan garam dapur biasa dan penghambat mewakili berbagai macam kelompok senyawa organik. Beberapa diantaranya adalah kompleks pelepas sianida (khususnya biji Rosaceae). Bahan penting lainnya umumnya mencakup asam organik, lakton tak jenuh khususnya kumarin, asam parasorbat dan protoamenomin, aldehid, minyak esensial, alkaloid, dan senyawa fenol (Anonim, 2002).
Asam abisat (ABA) sering terdapat pada biji dorman, tetapi kebanyakan sudah hilang jauh sebelum dormansi berakhir. Jadi ABA, mungkin merupakan pengahambat kuat bagi perkecambahan bila senyawa tersebut masih ada, namun tidak menutup kemungkinan banyak senyawa lain yang menjadi penghambat penyebab dormansi biji (Anonim, 2002).
Penghambat perkecambahan ini tidak hanya berasal atau terdapat di biji, tetapi ada juga yang terdapat di daun, akar dan bagian tumbuhan lain. Bila terbawa keluar tumbuhan atau dilepaskan selama pembusukan sampah, senyawa penghambat dapat menghambat perkecambahan biji atau perkembangan akar disekitar tanaman induk. Senyawa yang dihasilkan oleh suatu tumbuhan yang dapat mengganggu tumbuhan lain dinamakan alelopati. Bahkan ada beberapa bahan yang dihasilkan oleh organisme lain yang bertindak sebagai pemacu perkecambahan, contohnya nitrat adalah pemacu perkecambahan yang sering atau lazim digunakan di laboratorium fisiologi benih dan senyawa ini dihasilkan dari sisa-sisa pembusukan tumbuhan atau hewan (Dwidjoseputro, 1992).



BAB III
METODE PERCOBAAN

III.1 Alat
            Alat yang digunakan pada percobaan ini, yaitu nampan, pisau, dan saringan.
III.2  Bahan
            Bahan yang digunakan pada percobaan ini yaitu gabah padi Oryza sativa, jeruk nipis Citrus aurantifolia, tomat Solanum lycopersicum, tissue, dan aquadest.
III.3 Cara Kerja
1.        Mencuci buah tomat Solanum lycopersicum dan jeruk Citrus aurantifolia sampai bersih.
2.        Membelah tomat Solanum lycopersicum dan jeruk nipis Citrus aurantifolia menggunakan pisau, lalu diperas dan cairan yang diperoleh disaring dan ditaruh dalam nampan.
3.        Membuat 3 kelompok biji gabah padi Oryza sativa yang masing-masing sebanyak 20 biji.
4.        Kelompok pertama biji gabah dikecambahkan dalam cairan buah tomat Solanum lycopersicum, kelompok kedua biji gabah dikecambahkan dalam cairan jeruk nipis Citrus aurantifolia, dan kelompok ketiga biji gabah dikecambahkan dalam aquadest sebagai kontrol.
5.        Setiap hari cairan buah diganti dengan yang baru, tetapi biji gabah harus dicuci dahulu sampai bersih.
6.        Melakukan pengamatan selama 1 minggu. Kemudian catat hasilnya pada tabel pengamatan.



BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1 Hasil
Tabel Pengamatan :
Hari/Tgl
Jumlah biji yang berkecambah
Air jeruk
Air tomat
Air biasa
04 Des 2010
05 Des 2010
06 Des 2010
07 Des 2010
08 Des 2010
09 Des 2010
10 Des 2010
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
2
4
6
9

IV.2 Pembahasan
Percobaan ini dilakukan dengan merendam biji padi Oriza sativa kedalam nampan yang berisi sari tomat Solanum lycopersicum, sari jeruk Citrus aurantifolia, dan air sebagai kontrol, masing-masing berisi 20 biji. Perendaman ini dilakukan selama satu minggu dengan mengganti rendaman sari tomat dan jeruk setiap hari.
Setelah beberapa hari biji padi yang terendam pada sari tomat tidak mengalami pertumbuhan. Hal ini berarti zat penghambat yang terkandung dalam sari tomat, asam absisat, mampu menghambat pertumbuhan biji padi tersebut. Begitupun dengan biji padi yang terendam pada sari jeruk, satu pun tidak mengalami pertumbuhan. Ini disebabkan pada sari jeruk terdapat zat penghambat yatu asam ascorbat sehingga menghambat pertumbuhan biji padi.
Biji padi Oriza sativa yang terendam dalam air dapat mengalami pertumbuhan, yaitu mulai pada hari keempat hingga hari ketujuh. Biji padi ini dapat tumbuh karenakan air tidak memiliki zat penghambat sehingga biji padi Oriza sativa dapat tumbuh.



BAB V
PENUTUP

V.1 Kesimpulan
Pada percobaan ini dapat diperoleh kesimpulan yaitu buah tomat Solanum lycopersicum dan jeruk Citrus aurantifolia memiliki zat penghambat yang dapat menghambat pertumbuhan biji padi. Zat penghambat yang terdapat pada sari tomat yaitu asam absisat dan pada sari jeruk yaitu asam ascorbat. Sedangkan pada air (control), biji padi Oriza sativa dapat tumbuh karena pada air tidak mengandung zat penghambat.
V.2 Saran
Sebaiknya laboratorium yang akan digunakan selalu dalam keadaan bersih dan rapi serta peralatan yang digunakan dalam praktikum sebaiknya dilengkapi sehingga praktikum dapat berjalan lancar.



DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2010. Zat Penghambat Tumbuhan (Inhibitor). http://pustaka.ut.ac.id/. Diakses pada tanggal 26 November 2010 pukul 16.00 WITA.

Anonim, 2002. Fenomena Vivipary Labu Siam. http://tumoutou.net/. Diakses pada tanggal 26 November 2010 pukul 16.00 WITA.

Dwidjoseputro, D., 1992. Pengantar Fisiologi Tumbuhan. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Goldsworthy, F. R., dan Fisher, 1992. Fisiologi Tanaman Budidaya Tropik. UGM Press, Yogyakarta.

Latunra, A. Ilham, 2010. Penuntun Praktikum Fisiologi Tumbuhan. Universitas Hasanuddin, Makassar.

Salisbury, F. B., dan Ross, C. W., 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid 2. ITB Press, Bandung.

Wattimena, G. A., 1998. Zat Pengatur Tumbuh Tanaman Bogor. Pusat Antar Universitas, Institut Pertanian Bogor.

0 comments:

Post a Comment