Wednesday, October 24, 2012

FISIOLOGI TUMBUHAN


LAPORAN PRAKTIKUM
FISIOLOGI TUMBUHAN


PERCOBAAN VII
PERKEMBANGAN KECAMBAH DALAM GELAP DAN TERANG



BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang
Perkembangan merupakan suatu perubahan yang teratur dan berkembang umumnya menuju keadaan yang lebih tinggi, lebih teratur dan lebih kompleks. Perkembangan dikenal juga dengan morfogenesis. Perkembangan meliputi proses tumbuh dan diferensiasi. Selain dengan mengukur volume parameter lain dalam mengukur pertumbuhan adalah dengan mengukur berat basah dan berat kering tumbuhan.
Pertumbuhan dan perkembangan tanaman merupakan proses yang penting dalam kehidupan dan perkembangbiakan suatu spesies. Pertumbuhan dan perkembangan berlangsung secara terus menerus sepanjang daur hidup, tergantung pada tersedianya merisitem, hasil asimilasi, hormone, dan substansi pertumbuhan lainnya, serta lingkungan yang mendukung.
Perkembangan memerlukan suhu yang cocok, banyaknya air yang memadai, dan persediaan oksigen yang cukup. Periode dormansi juga merupakan persyaratan bagi perkecambahan banyak biji sebagai contoh, biji buah apel hanya dapat berkecambah setelah masa dingin yang lama. Ada bukti bahwa perkecambahan kimia terbentuk di dalam bijinya ketika terbentuk. Pencegahan ini lambat laun akan dipecah pada suhu rendah sampai tidak lagi memadai untuk menghalangi perkecambahan ketika kondisi lainnya membaik.
Berdasarkan hal di atas maka dilakukanlah percobaan mengenai perkembangan kecambah dalam gelap dan terang.
I.2 Tujuan
Tujuan dilakukannya percobaan ini, yaitu untuk mempelajari pengaruh cahaya terhadap perkembangan kecambah kacang hijau Phaseolus radiatus.

I.3 Waktu dan Tempat
Percobaan ini berlangsung pada hari Senin, tanggal 15 Nopember 2010, pada pukul 14.00 17.00 WITA, bertempat di Laboratorium Botani, Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Hasanuddin, Makassar. Pengamatan ini dilakukan selama 1 minggu.



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Perkecambahan adalah tumbuhnya embrio dalam biji secara perlahan menjadi tumbuhan dewasa. Perkecambahan dipengaruhi oleh faktor eksternal (kadar air, suhu, oksigen, dan cahaya) dan faktor internal (hormon, kematangan embrio, dann sifat dormansi biji) (Suhendar, 2010).
Perkecambahan diawali dengan penyerapan air dari lingkungan air dari lingkungan sekitar biji, baik tanah, udara, maupun media lainnya. Perubahan yang teramati adalah membesarnya ukuran biji yang disebut tahap imbibisi. Biji menyerap air dari lingkungan sekelilingnya, baik dari tanah maupun dari udara (dalam bentuk uap air ataupun embun). Efek yang terjadi membesarnya ukuran biji karena sel-sel embrio membesar dan biji yang melunak (Latunra, 2010).
Mengukur pertumbuhan diperlukan pengukuran volume pertumbuhan. Volume pertumbuhan sangat bergantung terhadap perubahan status air di dalam pertumbuhan. Dua pertumbuhan yang sama pertumbuhannya, dapat berbeda volumenya jika yang satu diukur dalam keadaan turgor dan yang lain diukur dalam keadaan layu. Oleh karena itu, pengukuran pertumbuhan sering dilakukan dengan mengukur panjang, lebar, dan luas (Latunra, 2010).
Pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan diawali dengan pertumbuhan bakal biji dan bakal buah. Tahap berikutnya yaitu perkecambahan. Tumbuhan yang telah mengalami perkecambahan kemudian akan mengalami pertumbuhan sampai akhirnya menjadi tumbuhan dewasa yang dapat menghasilkan biji kembali (Aryulina, dkk., 2007).
Perkembangan bakal biji terbagi atas perkembangan endosperm, perkembangan embrio, dan struktur biji yang matang. Pada perkembangan endosperm, endosperm tumbuh dan berkembang lebih dahulu dibandingkan pertumbuhan dan perkembangan embrio. Endosperm kaya akan cadangan makanan. Cadangan makanan tersebut digunakan untuk pertumbuhan dan perkembangan embrio (Aryulina, dkk., 2007).
Pertumbuhan dan perkembangan embrio diawali dengan pembelahan zigot secara mitosis menghasilkan sel basal dan sel terminal. Sel basal berkembang menjadi suspensor yang berfungsi sebagai penghubung antara embrio dan kulit bakal biji, serta mengalirkan nutrisi dari tumbuhan induk atau endosperm. Sel terminal berkembang menjadi proembrio yang melekat pada suspensor. Embrio berkembang membentuk ujung batang dan ujung akar (Aryulina, dkk., 2007).
Berdasarkan letak kotiledonnya, perkecambahan dibedakan atas beberapa jenis, yaitu (Aryulina, dkk., 2007):
1.        Perkecambahan tipe epigaeal
Perkecambahan yang ditandai dengan hipokotil terangkat keatas permukaan tanah. Kotiledon sebagai cadangan energi akan melakukan proses pembelahan dengan sangat cepat untuk membentuk daun. Biasanya terjadi pada tanaman dikotil, contohnya kacang hijau.
2.        Perkecambahan tipe hipogaeal
Perkecambahan yang ditandai dengan terbentuknya bakal batang yang muncul ke permukaan tanah, sedangkan kotiledon tetap berada dalam tanah (hipokotil tetap berada dalam tanah). Biasanya terjadi pada tanaman monokotil, contohnya kacang kapri.
Urutan proses perkecambahan, yaitu (Suhendar, 2010):
1.        Imbibisi yaitu masuknya air ke dalam biji.
2.        Aktifnya enzim-enzim untuk proses metabolisme, membongkar cadangan makanan dalam kotiledon/ endosperm. Hasil pembongkaran berupa sumber energi sebagai bahan penyusun komponen sel, dan pertumbuhan embrio.
3.        Embrio tumbuh dann berkembang.
Banyak faktor yang mepengaruhi pertumbuhan dan perkembangan di antaranya adalah faktor genetik untuk internal dan faktor eksternal terdiri dari cahaya, kelembapan, suhu, air, dan hormon. Untuk proses perkecambahan banyak di pengaruhi oleh faktor cahaya dan hormon, walaupun faktor yang lain ikut mempengaruhi. Menurut leteratur perkecambahan di pengaruhi oleh hormon auksin, jika melakukan perkecambahan di tempat yang gelap maka akan tumbuh lebih cepat namun bengkok, hal itu disebabkan karena hormon auksin sangat peka terhadap cahaya, jika pertumbuhannya kurang merata. Sedangkan di tempat yang perkecambahan akan terjadi relatif lebih lama, hal itu juga di sebabkan pengaruh hormon auxin yang aktif secara merata ketika terkena cahaya. Sehingga di hasilkan tumbuhan yang normal atau lurus menjulur ke atas (Soerga, 2010).
Cahaya mempengaruhi perkecambahan dengan tiga cara, yaitu dengan intensitas (kuantitas) cahaya, kualitas cahaya (panjang gelombang) dan fotoperiodisitas (panjang hari). Kuantitas cahaya berhubungan dengan intensitas tinggi dari cahaya yang dapat meningkatkan perkecambahan pada biji-biji yang positively photoblastic (perkecambahannya dipercepat oleh cahaya), jika penyinaran intensitas tinggi ini diberikan dalam durasi waktu yang pendek. Hal ini tidak berlaku pada biji yang bersifat negatively photoblastic (perkecambahannya dihambat oleh cahaya) (Elisa, 2006).
Biji positively photoblastic yang disimpan dalam kondisi imbibisi dalam gelap untuk jangka waktu lama akan berubah menjadi tidak responsif terhadap cahaya, dan hal ini disebut skotodormant. Sebaliknya, biji yang bersifat negatively photoblastic menjadi photodormant jika dikenai cahaya. Kedua dormansi ini dapat dipatahkan dengan temperatur rendah (Elisa, 2006).
Kualitas cahaya berhubungan dengan penyebabkan terjadinya perkecambahan yaitu daerah merah dari spektrum (red; 650 nm), sedangkan sinar infra merah (far red; 730 nm) menghambat perkecambahan. Efek dari kedua daerah di spektrum ini adalah mutually antagonistic (sama sekali bertentangan), jika diberikan bergantian, maka efek yang terjadi kemudian dipengaruhi oleh spektrum yang terakhir kali diberikan (Elisa, 2006).
Dalam hal ini, biji mempunyai 2 pigmen yang photoreversible (dapat berada dalam 2 kondisi alternatif) (Elisa, 2006):
P650 : mengabsorbir di daerah merah
P730 : mengabsorbir di daerah infra merah
Jika biji dikenai sinar merah (red; 650 nm), maka pigmen P650 diubah menjadi P730. P730 inilah yang menghasilkan sederetan aksi-aksi yang menyebabkan terjadinya perkecambahan. Sebaliknya jika P730 dikenai sinar infra merah (far-red; 730 nm), maka pigmen berubah kembali menjadi P650 dan terhambatlah proses perkecambahan (Elisa, 2006).
Kebutuhan akan cahaya untuk perkecambahan dapat diganti oleh temperatur yang diubah-ubah. Kebutuhan akan cahaya untuk pematahan dormansi juga dapat digantikan oleh zat kimia seperti KNO3, thiourea, dan asam giberelin (Elisa, 2006).
Faktor-faktor yang menyebabkan dormansi pada biji dapat dikelompokkan dalam: (a) faktor lingkungan eksternal, seperti cahaya, temperatur, dan air; (b) faktor internal, seperti kulit biji, kematangan embrio, adanya inhibitor, dan rendahnya zat perangsang tumbuh; (c) faktor waktu, yaitu waktu setelah pematangan, hilangnya inhibitor, dan sintesis zat perangsang tumbuh. Dormansi pada biji dapat dipatahkan dengan perlakuan mekanis, cahaya, temperatur, dan bahan kimia. Proses perkecambahan dalam biji dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu proses perkecambahan fisiologis dan proses perkecambahan morfologis. Sedangkan dormansi yang terjadi pada tunas-tunas lateral merupakan pengaruh korelatif dimana ujung batang akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan bagian tumbuhan lainnya yang dikenal dengan dominansi apikal. Derajat dominansi apikal ditentukan oleh umur fisiologis tumbuhan tersebut (Anonim, 2010).
Perkecambahan biji adalah kulminasi dari serangkaian kompleks proses-proses metabolik, yang masing-masing harus berlangsung tanpa gangguan. Tiap substansi yang menghambat salah satu proses akan berakibat pada terhambatnya seluruh rangkaian proses perkecambahan. Beberapa zat penghambat dalam biji yang telah berhasil diisolir adalah soumarin dan lacton tidak jenuh; namun lokasi penghambatannya sukar ditentukan karena daerah kerjanya berbeda dengan tempat di mana zat tersebut diisolir. Zat penghambat dapat berada dalam embrio, endosperm, kulit biji maupun daging buah (Elisa, 2006).
Biji-bijian dari banyak spesies tidak akan berkecambah pada keadaan gelap, biji-biji itu memerlukan rangsangan cahaya. Karena itu kelihatannya perkecambahan yang dikendalikan cahaya merupakan satu adaptasi tanaman yang tidak toleran terhadap penaungan. Cahaya sendiri memiliki suatu intensitas, kerapatan pengaliran atau intensitas menunjukkan pengaruh primernya terhadap fotosintesis dan pengaruh sekundernya pada morfogenetika pada intensitas rendah, tetapi sebagian memerlukan energi yang lebih besar (Zhamal, 2008).
Adanya penyinaran sinar matahari akan menimbulkan cahaya. Sedang cahaya sangat dibutuhkan untuk :Pembentukan zat warna hijau (chlorophyll),
Pertumbuhan tanaman dan kwalitas daripada produksi. Tanaman yang kurang cahaya matahari pertumbuhannya lemah, pucat dan memanjang. Setiap jenis sayuran menghendaki syarat-syarat yang sangat berlawanan, ada suatu jenis yang menghendaki penyinaran panjang, ada pula yang pendek. Yang dimaksud penyinaran panjang ialah lebih dari 12 jam, sedang penyinaran pendek kurang dari 12 jam (Zhamal, 2008).
Tumbuhan yang tumbuh pada tempat yang gelap berbeda dengan tumbuhan yang tumbuh di tempat yang terang. Umumnya, tumbuhan yang berada pada tempat yang gelap kurus, layu, berwarna pucat, tetapi batangnya mengalami pertumbuhan yang sangat cepat. Sebaliknya, pada tumbuhan yang berada di tempat yang terang daunnya berwarna hijau segar, batangnya kuat, tetapi pendek. Hal ini disebabkan pengaruh hormon auksin yang berfungsi untuk memperpanjang sel pada tanaman tersebut. Sifat kerja hormon auksin dihambat oleh cahaya. Oleh sebab itu tinggi tanaman yang berada di tempat yang terang lebih pendek dibandingkan dengan tanaman yang berada di tempat yang gelap (Aryulina, dkk., 2007).



BAB III
METODE PERCOBAAN

III.1 Alat-alat Percobaan
Alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah gelas ukur, silet, dan alat ukur.

III.2 Bahan-bahan Percobaan
Bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah 45 biji kacang hijau Phaseolus radiatus, tanah/ pasir, aquadest, dan polibag.

III.3 Prosedur Kerja
1.    Mmilih 45 biji kacang hijau dengan ukuran yang kurang lebih sama.
2.    Membagi menjadi 3 kelompok, masing-masing berisi 15 biji kacang hijau.
3.    Merendam ketiga kelompok biji tersebut selama 2 hari.
4.     Setelah 2 hari, mengambil 5 biji dari tabung I kemudian membelahnya dan mengamati embrio. Biji pada tabung kedua ditanam dalam polibag di tempat yang gelap, dan biji pada tabung ketiga ditanam dalam polibag di tempat yang terang.
5.    Melakukan pengamatan selama 1 Minggu.



BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1 Hasil
Tabel Pengamatan
·           Tabel panjang embrio
Biji
Panjang Embrio
(cm)
1
0,2
2
0,3
3
0,2
4
0,2
5
0,3
Rata-rata
0,24

·           Tabel tinggi kecambah pada tempat yang gelap
Biji
Tinggi Kecambah
(cm)
1
10
2
17
3
25
4
25
5
15
6
19
7
12
8
11,5
9
21
10
25
11
20
12
15
13
23
14
10
15
20

·           Tabel tinggi kecambah pada tempat yang terang
Biji
Tinggi Kecambah
(cm)
1
5
2
6
3
7
4
9
5
9
6
7
7
5
8
9
9
4
10
5
11
6
12
7
13
4
14
4
15
7



IV.2 Pembahasan
·           Pengamatan panjang embrio
Percobaan ini menggunakan kacang hijau yang kemudian direndam dengan air selama 2 hari. Perendaman ini bertujuan untuk mempercepat pertumbuhan embrio dimana dapat terjadi perkembangan pada biji ini saat dalam perendaman.
Setelah direndam selama 2 hari, biji dikuliti lalu dibelah. Pembelahan ini dilakukan agar panjang embrio dapat dilihat dan diukur. Hasil yang diperoleh yaitu panjang embrio biji pertama 0,2 cm, biji kedua 0,3 cm, biji ketiga 0,2 cm, biji keempat 0,2 cm, dan biji kelima 0,2 cm. Adapun panjang rata-rata yang diperoleh, yaitu 0,24 cm.
Berdasarkan hasil yang diperoleh, ternyata panjang embrio yang telah diukur berbeda. Perbedaan ini disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu keadaan dari biji itu sendiri yang memiliki biji keras sehingga dapat menghambat pertumbuhan embrionya. Selain itu juga disebabkan oleh faktor lingkungan, yaitu ketersediaan air dan suhu. Apabila kekurangan air maka dapat menghambat embrio untuk tumbuh sedangkan bila air mencukupi maka embrio dapat lebih cepat tumbuh sebab air dapat membantu kulit biji untuk mengelupas sehingga embrio dapat dengan mudah keluar dan memulai suatu perkecambahan. Begitupun dengan suhu, suhu yang tinggi menyebabkan pertumbuhan embrio kerdil sedangkan pada suhu yang rendah pertumbuhan embrio lebih cepat.
·           Tinggi kecambah pada tempat yang gelap
Berdasarkan hasil pengamatan, maka dapat diketahui bahwa pertumbuhan kecambah pada tempat yang gelap memiliki tinggi yang berbeda-beda. Biji yang memiliki kecambah paling tinggi terdapat pada biji ketiga, keempat, dan kesepuluh, dimana tingginya mencapai 25 cm. Umumnya tinggi kecambah pada tempat gelap memiliki tinggi di atas 10 cm. Ini disebabkan kerja hormon auksin tidak dihambat oleh cahaya matahari sehingga batangnya dapat melakukan pembelahan. Sebagai akibatnya, kecambah yang tumbuh pada tempat yang gelap memiliki warna yang hijau pucat, kurus, dan tidak kuat.
·           Tinggi kecambah pada tempat yang terang
Berdasarkan hasil pengamatan di atas, dapat diketahui bahwa pertumbuhan kecambah pada tempat yang terang juga memiliki tinggi yang berbeda-beda, kecambah yang paling tinggi terdapat pada biji keempat, kelima, dan kedelapan, yaitu tingginya mencapai 9 cm. Umumnya kecambah pada tempat yang terang, tingginya tidak lebih dari 9 cm atau dengan kata lain lebih pendek jika dibandingkan dengan tinggi kecambah pada tempat yang gelap. Hal ini dikarenakan kerja hormon auksin untuk mempercepat pembelahan sel terhambat oleh adanya cahaya matahari. Meskipun demikian, kecambah yang tumbuh pada tempat terang memiliki daun dengan tekstur warna hijau segar dan batangnya kuat.



BAB V
PENUTUP

V.1. Kesimpulan
Dari hasil pengamatan yang dilakukan pada percobaan ini dapat disimpulkan sebagai berikut :
1.        Panjang embrio pada biji kacang hijau Phaseolus radiatus umunya mempunyai ukuran yang sama dengan panjang rata-rata 0,24 cm.
2.        Biji kacang hijau Phaseolus radiatus yang ditanam pada tempat gelap akan tumbuh menjadi kecambah dengan tinggi maksimum mencapai 25 cm yang terdapat pada biji ketiga, keempat, dan kesepuluh. Hal ini sudah sesuai dengan teori karena kerja hormon auksin tidak dihambat apabila biji ditanam pada tempat yang gelap.
3.        Biji kacang hijau Phaseolus radiatus yang ditanam pada daerah terang akan tumbuh menjadi kecambah dengan tinggi maksimum mencapai 9 cm yang terdapat pada biji keempat, kelima, dan kedelapan. Ini sudah sesuai dengan teori karena kerja hormon auksin dihambat oleh cahaya matahari.
4.        Faktor-faktor yang dapat menghambat pertumbuhan tanaman maupun embrio meliputi faktor dari dalam yaitu hormon dan faktor lingkungan seperti ketersediaan air, cahaya matahari, dan kesuburan tanah.

V.2. Saran
Sebaiknya peralatan dalam laboratorium dapat diperbaiki dan dilengkapi sehingga dapat memudahkan praktikan dalam melakukan percobaan ini.



DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2010. Dormansi Benih dan Pemecahannya. http://pustaka.ut.ac.id//. Diakses pada tanggal 13 Nopember 2010 pukul 18.00 WITA.

Aryulina, D., dkk., 2007. Biologi 3. Esis, Jakarta.

Elisa, 2006. Dormansi dan Perkecambahan Biji. http://elisa.ugm.ac.id/. Diakses pada tanggal 13 Oktober 2010 pukul 18.00 WITA.

Latunra, A. Ilham, 2010. Penuntun Praktikum Fisiologi Tumbuhan. Universitas Hasanuddin, Makassar.

Soerga, N., 2010. Pola Pertumbuhan Tanaman. http://soearga.wordpress.com/. Diakses pada tanggal 13 Nopember 2010 pukul 18.00 WITA.

Suhendar, T., 2010. Pengaruh Cahaya Terhadap Pertumbuhan. http://laporan-praktukum-pertumbuhan-dan.html. Diakses pada tanggal 13 Nopember 2010 pukul 18.00 WITA.

Zhamal, 2008. Pengaruh Cahaya Terhadap Pertumbuhan Biji Kacang Hijau. http://catatanzhamal.blogspot.com/. Diakses pada tanggal 13 Nopember 2010 pukul 18.00 WITA.

0 comments:

Post a Comment